Menyusun rupa-rupa tanya,
Lalu menumpuk dan terserak,
Di meja pura-pura.
Di jendela pagi-butaanmu,
Kau kerapkali memilih menyusun bayang.
Ia serupa rindu tanpa kenal temu,
Serupa penantian,
Yang tersesat di kata tunggu.
Ia menjadi perupa,
yang hanya mengenal dua kata:
merindu dan menunggu.
Di sajak terakhir bait kepura-puraanmu,
Aku ingin menjadi bola matamu,
Lalu merasakan,
Bagaimana caramu melihatku.
Surakarta, Februari 2018
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!