Di bait sajak terakhir akan kutulis,
Betapa aku ingin menjadi bola matamu,
Yang merasakan cahaya datang,
Lalu membias,
Pada sebuah pagi di sela-sela sajak itu,
Kau akan melihat,
Huruf-huruf itu hidup,
Membentuk makna,
Meski kau bilang,
Dunia kita sudah kehilangan makna.
Mereka akan bekerja,
Menyusun rupa-rupa tanya,
Lalu menumpuk dan terserak,
Di meja pura-pura.
Di jendela pagi-butaanmu,
Kau kerapkali memilih menyusun bayang.
Ia serupa rindu tanpa kenal temu,
Serupa penantian,
Yang tersesat di kata tunggu.
Ia menjadi perupa,
yang hanya mengenal dua kata:
merindu dan menunggu.
Di sajak terakhir bait kepura-puraanmu,
Aku ingin menjadi bola matamu,
Lalu merasakan,
Bagaimana caramu melihatku.
Surakarta, Februari 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H