Yang jelas sepertinya penyiar sedang mengundang para penelepon dari penjuru negeri. Seseorang menelepon, seorang Kepala Desa, sedang mengkonfirmasi sebuah berita tentang belum diberikannya jatah raskin kepada masyarakat sampai akhir triwulan pertama 2019. Dia berujar bahwa jadwal dan mekanisme penyaluran diatur oleh pemerintah pusat. Jadi sebenarya pihak pemerintah desa sedang menunggu jadwal dan mekanisme dari pemerintah.
Aku mulai berfikir.
Sampai di pelataran GOR. Volume radio aku turunkan.
"Ma, nanti dijemput jam berapa?" kataku.
"Jam 10 ya." Jawabnya.
"OK. Assalamu alaikum".
"Waalikum salam". Kami pun berpisah.
Aku besarkan lagi volume radio. Kali ini penelpon yang lain, entah siapa namanya aku lupa, dari sebuah daerah di NTB. Mempermasalahkan pembagian beras sejahtera yang tidak tepat sasaran. Beras sejahtera dibagi secara merata kepada seluruh warga masyarakat. Sehingga volume yang diterima menjadi kurang dari yang semestinya diterima warga kurang mampu.
Aku menyetir dengan pelan. Jam di dashboard mobil menunjukkan pukul 07.56. Lapangan panahan sudah ramai. Cuaca sendu. Tidak panas, tidak hujan.
Penelepon berikutnya, seorang warga NTB, penderita tuna netra. Menjelaskan bahwa pembagian beras sejahtera tidak tepat sasaran. Dia bercerita bahwa penyandang disabilitas seperti dia tidak terdata sebagai penerima. Padahal ada tetangganya yang lebih mampu dari dia, memiliki kendaraan bermotor menerima jatah dari pemerintah. Akhirnya Dia mengadu melalui situs lapor atau sejenisnya. Beberapa hari kemudian datang petugas melakukan pendataan, entah dari dinas sosial atau yang lain. Ada dalih bahwa data berasal dari pemerintah pusat atau usulan pemerintah daerah yang ditetapkan dari pemerintah pusat. Atau mungkin pendataan tahun sebelumnya. Atau mungkin pula ada kesalahan pada saat pendataan. Ah entahlah.....
Kayaknya temanya tentang beras miskin. Ada lagi beberapa penelpon. Aku sudah tidak memperhatikan. Aku diam. Mikir.