Mohon tunggu...
Safira Adi
Safira Adi Mohon Tunggu... Freelancer - Personal Experience

Still to Photography | Google Local Guide | Cerita dan Motret | #perenangimajinasi | tjeritaphira.wordpress it's my second blog | Anthropology my side experience

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Selasa Wage [Waton tapi ngGenah]: Sebuah Space Multicultural Malioboro

9 Februari 2022   20:46 Diperbarui: 10 November 2023   21:31 631
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Malioboro, siapa yang tidak kenal dengan tempat yang satu itu?

Malioboro tempat yang sangat eksotis dan memoriable, berlokasi sangat strategis tepatnya ditengah tengah hiruk pikuk pusat Kota Jogjakarta. Tempat ini menjadi tempat titik berkumpulnya orang orang yang ingin merasakan suasana Jogjakarta dengan berbagai sebutan, mulai dari wisatawan, turis, wong londo, wong Jogja, mbah, dan masih banyak lagi.

Tidak hanya para turis dan wisatawan saja, Malioboro juga dihuni oleh manusia yang menggantungkan hidup padanya seperti pedagang kaki lima yang berjualan di sepanjang pertokoan Malioboro, pak becak, pas kusir andong hingga bu jamu yang menjadi daya tarik tersendiri bagi si menawan Malioboro.

Lampu lampu yang saling menyapa dalam sinar, bangku bangku nan eksotik, tulisan aksara jawa yang tertera di pedestrian maupun papan jalan, suara suara pekerja yang menawarkan jasanya menambah identitas tersendiri dari Malioboro. Tidak hanya letak nya saja, sang pemilik Malioboro yakni Jogjakarta juga turut menyumbang identitas nya sebagai daerah yang kaya akan budaya dan acara adat nya.

Dinobatkan oleh dunia dan masyarakat sebagai Kota budaya, kota pelajar dan  kota gudeg, lantas tidak membuat Jogja menjadi kota yang sombong dengan begitunya. Jogja terus berusaha membuat daerahnya selalu menjadi ‘laboratorium belajar’ untuk masyarakat nya maupun wisatawan lewat event event yang diadakan tiap beberapa bulan dengan tetap mempertahankan tradisi yang dikolaborasikan dengan budaya modern agar dapat dipahami oleh kalangan anak muda generasi sekarang. Salah satu tradisi yang masih diadakan di lingkungan Keraton adalah Tingalan Jumenengan nDalem, apa itu?. Dilansir dari laman kratonjogja.id, Tingalan Jumenengan nDalem adalah sebuah rangkaian upacara yang digelar berkaitan dengan peringatan penobatan/ kenaikan tahta Sultan sekaligus memperingati hari lahir sang Sultan. Tingalan Jumenengan Dalem diperingati setiap tahun nya akan tepat terjadi di hari Selasa Wage. Nah, di setiap hari Selasa yang ber weton Jawa Wage, Kota Jogja selalu mengadakan event istimewa untuk sang ruang publik yang bernama Malioboro, event itu bernama Selasa Wage.

SELASA WAGE adalah sebuah event yang diadakan oleh pemerintah Kota Jogja sebagai bentuk peringatan hari lahir Sri Sultan Hamengkubuwono dan penobatan/ kenaikan tahta. Mungkin bagi pemerintah Kota Jogja, event ini sebagai bentuk perngatan (hadiah) untuk Sri Sultan, namun menurut saya di sisi lain event ini menjadi bentuk hadiah dari Sri Sultan untuk masyarakat nya dan wisatawan yang sedang berkunjung ke Jogjakarta.

Dalam event ini, pemerintah Kota Jogjakarta ‘membebastugaskan’ Malioboro dari perkumpulan PKL (Pedagang Kaki Lima) yang biasanya berjualan di sepanjang lorong jalan pertokoan Malioboro dan kendaraan bermotor seperti mobil dan motor serta andong dan becak. Sementara, untuk kendaraan seperti Transjogja masih diperbolehkan memasuki kawasan Malioboro.

Pembebasan tersebut dimulai pukul 06:00 sampai dengan pukul 21:00, pukul 06:00 para pelaku PKL (Pedagang Kaki Lima) membersihkan lokasi mereka biasa untuk berjualan bersama dengan pelaku PKL lainnya dan juga petugas seperti ‘polisi Jogja’ (Jogoboro). Setelah itu masyarakat Jogja maupun wisatawan bebas mengunjungi Malioboro dengan menggunakan kaki maupun bersepeda. Waktu pagi dan siang, para pengunjung Malioboro belum terlalu ramai, rerata pengunjung menggunakan sepedanya sekalian gowes di Malioboro mumpung tidak ada mobil, motor, becak, dan andong.

Selasa Wage juga menjadi ruang ekspresi untuk unjuk kebolehan minat bakat dan hobi tentunya, mulai dari sepeda, menari dan mengajak menari pengunjung di tengah jalan sampai unjuk selfie atau wefie ditengah jalan sepanjang Malioboro.

SELASA WAGE, tidak hanya menjadikan Malioboro sebagai waktu sementara untuk mengembalikan fungsi aslinya sebagai ruang publik yang terbebas dari pelaku PKL (Pedagang Kaki Lima) saja, tetapi juga mengembalikan Malioboro sebagai ruang ekspresi sejatrah yang diciptakan dari masing masing nama tempat yang ‘hinggap’ di sekitar Malioboro seperti nama tempat Dagen, Pajeksan, Kampoeng Ketandan, Kepatihan, Beringharjo, Ngupasan serta banguna bangunan sejarah maupun pertokoan dengan bangunan khas sejarah nya menambah unsur pengembalian roh dari Malioboro itu sendiri.

Terpantau siang hari Malioboro mulai ramai namun belum terlalu ramai dikunjungi oleh masyarakat dan wisatawan, menjelang sore hari mulai ramai dipadati oleh berbagai pengunjung mulai dari bersepeda, membawa skateboard untuk ber skateboarding ria di sela tempat Malioboro, ber selfie ria di tengah jalanan Malioboro hingga membawa peliharaan nya ikut menikmati SELASA WAGE nya Malioboro. Tak hanya dipadati oleh pengunjung yang terdiri dari masyarakat Jogja dan wisatawan yang sedang berkunjung ke Jogjakarta saja, masing masing pelaku usaha dan pariwisata seperti hotel, petokoan batik dan instansi pemerintah yang berkantor di Malioboro turut serta membuka booth nya di daerah kerja nya masing masing dengan mengadakan acara yang berbeda pula setiap booth nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun