Mohon tunggu...
Muhammad Mahfud Syaifullah
Muhammad Mahfud Syaifullah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Amateuris Bertumbuh

Menepi tak berhenti, bergerak tak berjarak.

Selanjutnya

Tutup

Roman

Bandara

29 Oktober 2024   16:30 Diperbarui: 29 Oktober 2024   16:44 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sudah lama diriku tak berkunjung ke bandara. Setelah menyusuri hiruk-pikuk sepanjang jalan Ibukota. Akhirnya, tanpa terasa waktu yang terbunuh dengan sia-sia, tiba juga dengan suasana hampa di tengah lautan manusia. Seketika, seolah ada dilema yang mengambang di dinding langit dari sebuah tempat yang mengantarkan kepergian dan menyambut kepulangan.

Suara yang tak henti menggema dan jadwal pesawat yang tanpa jeda, apakah yang terjadi adalah sebuah miniatur siklus hidup di dunia? Padahal, hidup adalah segala sesuatu yang hanya sementara. Apakah yang telah kita lalui hanya tertangkap oleh panca indera atau terbenam dalam sebuah rasa?

Di tengah suasana penuh haru, banyak harapan mengambang dibatasi oleh pintu. Tiada asa yang pasti antara pengantar dan penjemput bisa memastikan sebuah kabar baik dari perjalanan kehidupan yang baru.

Hanya berserah diri kepada-Nya yang bisa menjadi penentu.
Bahwa semua yang terjadi agar tidak menjadi kisah yang pilu.

Melihat pesawat dari gedung megah, membuatku berpikir mengapa manusia bisa sehebat ini untuk menciptakan "burung besi" dengan ditopang oleh dua sayap besar untuk saling menyeimbangkan?

Jauh-dekat adalah sebuah jarak dengan mudah dipangkas ketika lepas landas. Penuh harap dan cemas diserahkan kepada Sang Maha Kuasa di tengah mengitari langit biru dan awan tebal yang menyebabkan sewaktu-waktu bisa kandas.

Sayap pesawat itu layaknya dua insan yang dipersatukan. Bukan hanya untuk saling menyandingkan, melainkan juga harus saling menguatkan. Jika salah satu lemah, yang lain harus siap menanggung semua beban.

Tetapi, hal itu akan jauh lebih berbahaya jika terlalu larut dalam kenyataan. Akan hadir sebuah bencana apabila tidak segera disadarkan. Kekecewaan ataupun kebahagiaan adalah jurang di tengah penerbangan menuju ke sebuah tujuan.

Semua yang terjadi, tidak selalu mudah diterka. Terkadang, kita harus bersikap pasrah, apabila hal itu merupakan kehendak-Nya. Manusia hanya bisa berusaha untuk mewujudkan semua rencana yang belum tentu tertuju ke satu muara.

Setiap yang pergi tak henti melantukan sebuah do'a. Begitu juga setiap yang datang tidak pernah henti menawarkan sebuah asa.

Penerbangan adalah sebuah kepasrahan.
Ketika dipertemukan, semua diawali dengan kepercayaan.
Ketika disatukan, semua dikuatkan dengan ketulusan.
Ketika diakhirkan, semua dilahap dengan kekecewaan.

Hidup pada akhirnya tak lekas surut dari sebuah penderitaan.

Ada yang memendam harap penuh dengan kecemasan.
Ada yang meluapkan do'a penuh dengan kedamaian.

Ketika hidup terus berjalan, kita tak pernah tahu sejauh mana langkah yang membuat kita tidak berhenti untuk berperan. Tiada yang jauh lebih mulia ketika tugas utama kita untuk melahirkan perubahan. Semua prosesnya pun juga harus saling menguatkan, bukan menjatuhkan.

Titik awal dari sebuah keberangkatan adalah kepulangan.
Titik akhir dari sebuah kepergian adalah kedatangan.

Semua yang terjadi dalam hidup selalu dipenuhi dengan harapan. Terwujud atau pupus adalah perkara diri melalui semua ujian. Tidak semuanya mustahil dilalui, jika diri punya prinsip untuk survive di tengah samudera kehidupan.

Tak khayal manusia punya segudang cerita tentang cinta yang selalu menjadi sebuah pegangan. Layaknya, bandara dan dua insan tidak sepi menghadapi kenyataan.

Pengorbanan yang tak letih bergerak akan bermuara pada sebuah kekuatan. Semua yang telah sampai di tujuan adalah keberhasilan dalam membangun dan merawat keharmonisan.

Penerbangan akhirnya mengajarkan, bertahan di tengah gelombang memang butuh pengorbanan. Tetapi, kita tidak akan mendapatkan makna begitu juga kehidupan, apabila hanya berada dalam zona nyaman. Tangguh di tengah kesulitan, melatih diri menjadi sosok yang kaya dengan lautan pengalaman di rimba petulangan.

*tulisan ini merupakan pembuka dari isi yang ada di Buku Residu Asa dan Rasa

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun