Fase I : Prakondisi
Pasca kemerdekaan pemerintah dan rakyat pada saat itu berfikir bahwasanya negara Indonesia ini dapat sejajar dengan barat yaitu modern. Akan tetapi, pada saat itu pembangunan masih belum teratur dan belum merata disetiap wilayahnya.
Sekitar pertengahan tahun 1950-an, tepatnya pada tahun 1955 pasca pemilu ini menjadi sebuah kekecewaan yang berarti bagi masyarakat Indonesia. Dimana pada saat itu kebijakan nasional telah merugikan masyarakat yang berada di luar pulau jawa. Di antaranya;Â
Penguasaan sumber daya ekonomi yang ada di luar pulau jawa yang dikendalikan oleh pemerintah pusat sepenuhnya di bandingkan dengan daerah itu sendiri. Hanya disisakan sedikit saja. Seperti perkebunan, pertambangan dan lain sebagainya yang ada di wilayah Sumatera.
Angkatan lokal berubah alih menjadi angkatan darat yang dimana mereka juga ikut campur tangan pada kabinet parlementer dimasa kepemimpinan Soekarno-Hatta.
Adanya masalah keretakan dwitunggal Soekarno yang kemudian Hatta mengundurkan diri sebagai wakil presiden.
Merubahnya ideologi Indonesia UUDS 1950 oleh pemenang pemilu I.
Yang lebih menyakitkan lagi bagi masyarakat yang berada di luar pulau jawa ialah tidak dianggapnya masyarakat tersebut ketika melawan para penjajah ditambah lagi adanya kebijakan-kebijakan pemerintah pusat yang tidak adil terhadap masyarakat daerah. Dengan perlakuan seperti itu maka masyarakat daerah mulai melakukan pemberontakan yang diawali oleh pembentukan divisi Banteng. Pada akhir November 1957 maka terjadilah peristiwa cikini.pada saat itu sudah mulai tidak terkendali lagi dengan tindakan intimidasi, fitnah dimana-mana serta teror.banyak para petinggi-petinggi pemerintah yang keluar Jakarta dan bergabung dengan pemerintah daerah. Pemberontakan di Kalimantan tengah di pelopori oleh kol. Ahmad Husein.
Fase II: Pecahnya ‘perang saudara’(civil war)
 Pada fase ini,sebenarnya pemerintah pusat dengan pemerintah daerah telah mencari jalan terbaiknya yaitu dengan cara merekonsiliasi. Akan tetapi, semua itu tidak menemukan titik terang. Kemudian pemerintahan daerah mendesak bahwasanya kabinet djuanda harus di bubarkan karena di dalam kabinet itu adanya konstitusi yang melanggar. Kabinet Djuanda dan Soekarno di beri waktu 5 x 24 jam untuk melakukan pembubaran jika tidak maka mereka akan membuat negara sendiri. Dari masing-masing mereka pun kemudian tidak mau mengalah satu sama lain atas pendiriannya tersebut. Dengan begitu perang saudara pun terjadi yang ditandai dengan pembentukan PRRI oleh Ahmad Husein dan menterinya Mr. Sjafrudin prawiranegara. Namun ketika perang saudara ini terjadi pemerintah pusat tidak tinggal diam. mereka mengeluarkan semua kekuatan APRI baik itu tantara darat, laut, dan udara mencapai 20.000 personil. Dan mereka juga berhasil menduduki wilayah-wilayah pedalaman sumatera waktu itu yang mereka gunakan sebagai strategi perang gerilya disana.
Fase III: Bergerilya dan Jatuhnya Korban
 Difase ini sudah pasti mengalami hal yang tidak diinginkan.dimana akibat dari perang, baik itu secara terbuka maupun bergerilya maka akan memakan korban yang tidak sedikit. Hal itu juga menimbulkan tindakan yang anarkis, serta brutal. Membuat masyarakat semakin sengsara. Dari terjadinya perang tersebut tentunya banyak sekali yang terluka, terbunuh bahkan hilang entah kemana. Itu belum termasuk tindakan penyiksaan, pemerkosaan hingga terror.
Fase IV: Dampak Eksesive
 Akibat dari kekalahan PRRI atas APRI pusat tentunya ini sangat berdampak pada orang sumatera pada saat itu. Dimana mereka diancam bahkan dilakukan penekanan-penekanan kepada masyarakat sumatera. Mereka juga dituduh sebagai pelaku dari anggota PRRI. Kecaman serta ancaman membuat masyarakat menjadi tersudutkan. Mereka semua dibatasi disetiap gerakannya. Dilarang naik haji dan lain sebagainya. Tentunya dampak yang dirasakan oleh masyarakat Sumatera pada saat itu sangat menyedihkan.
PenutupÂ
 Dari peristiwa diatas dapat disimpulkan bahwasanya dekade pada tahun 1950 an ini tentunya mengalami peristiwa dengan penuh pergolakan. Dimana pemerintah pusat melakukan pembangunan atas wilayahnya yang secara tidak merata hanya di pualau jawa saja. Hal itu tentunya membuat kecemburuan sosial atas wilayah lainnya. Dengan pemerintahan pusat yang berusaha memanfaatkan hasil ekonomi dari daerah untuk Jakarta membuat masyarakat daerah menjadi panas. Sehingga muncullah pemberontakan yang diadakan pada setiap daerah luar pulau jawa tersebut. Salah satunya yaitu PRRI. Walaupun pemberontakan tersebut dapat ditumbangkan akan tetapi rasa cemburu sosial didalam diri masyarakat Sumatera khususnya pasti bergejolak. Dengan kejadian seperti ini, tentunya pemerintah harus terus melakukan evalusi suapaya negara Indonesia ini dapat terjalin dengan baik dalam bernegara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H