Sesungguhnya, Allah swt. memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menghakimi di antara manusia hendaklah kamu memutuskan dengan adil. Sesungguhnya Allah swt. menasihatimu sebaik-baiknya dengan cara itu. Sesungguhnya Allah swt. Maha Mendengar, Maha Melihat.
Â
Penjelasan:
Wewenang atau kekuasaan memerintah telah dilukiskan di sini sebagai "amanat rakyat" guna menunjukkan bahwa kekuasaan itu hak rakyat dan bukan hak bawaan lahir satu individu atau suatu wangsa (keluarga raja-raja). Alquran tidak menyetujui pemerintahan dinasti (wangsa) atau secara turun-temurun; dan sebagai gantinya adalah mengadakan pemerintahan perwakilan. Kepala pemerintahan harus dipilih; dan dalam memilihnya rakyat diperintahkan supaya memberi suara bagi orang yang paling cocok untuk jabatan itu. (The Holly Qur'an, JAI catatan kaki no. 621).
Kata-kata dalam ayat ini "Allah memerintahkan kamu supaya menyerahkan amanat-amanat kepada ahlinya" menuntut adanya keterlibatan langsung dari warga masyarakat untuk menentukan kemana suara harus diberikan dalam menentukan seorang pemimpin.
Â
Selain pandangan Al-Qur'an terkait perlunya seorang pemimpin, salah satu hadis nabi Saw, menjelaskan:
 "Jika ada tiga orang bepergian, hendaknya mereka mengangkat salah seorang di antara mereka menjadi pemimpinnya." (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Dalam sebuah safar atau perjalanan yang hanya 3 orang saja hadis menyatakan dengan tegas perlu adanya seorang pemimpin. Jika memperhatikan konteks ini sebuah negara hakikatnya adalah perjalanan sebuah bangsa menuju cita-cita bersama, maka mutlak seorang pemimpin diperlukan. Peran pemimpin menjadi sangat penting dalam memberikan komando, kapan masyarakat harus bergerak dan kapan masyarakat harus diam. Apalagi perjalanan sebuah bangsa penuh tantangan dan rintangan, sehingga perlu persatuan dan kesatuan dan pemimpin adalah tokoh sentral pemersatu bangsa.
Dalam teks Al-Qur'an maupun hadis, mengangkat seorang pemimpin menjadi sebuah keharusan. Terminologi al-Qur'an menyebutnya sebagai ulil amri ialah mereka yang memegang kekuasaan dan dalam kepemimpinan dunia berarti seorang raja, presiden atau kepala negara, maka dalam terminologi rohaniah ulil Amri ialah seorang imam zaman (Ahmad, Mirza Ghulam: Perlunya Imam Zaman, h.37). Dalam konteks kepemimpinan baik dunia jasmani maupun dunia kerohanian mutlak diperlukan.
Islam disatu sisi mewajibkan ikut serta memberikan suara dalam kontestasi pemilu, tetapi juga disisi lain mewajibkan bertanggungjawab atas pilihannya. Hal tersebut tersirat dalam hadis berikut: Rasulullah Saw bersabda: " siapa saja diantara kalian melihat kemungkaran, maka tegurlah/rubahlah dengan tanganmu, jika tidak mampu maka tegurlah dengan lisanmu, dan jika tidak mampu, maka tegurlah dengan hatimu. Namun itu adalah tingkatan terlemah dalam keimanan".(HR. Muslim dan Ahmad).