"Nak, bolehkah bapak bertanya, kenapa kamu harus memintaijinku untuk mengambil makanan yang sudah aku buang?, dengan lembut pria itubertanya dan menatap wajah anak kecil di depannya dengan penuh perasaankasihan.
"Karena saya melihat bapak yang membuangnya, saya akan merasakanenaknya makanan halal ini kalau saya bisa meminta ijin kepada pemiliknya,meskipun buat bapak mungkin sudah tidak berharga, tapi bagi saya makanan inisangat berharga, dan saya pantas untuk meminta ijin memakannya ", jawab si anaksambil membersihkan bibirnya dari sisa minyak goreng.
Pria itu sejenak terdiam, dalam batinnya berkata, anak inisangat luar biasa. "Satu lagi nak, aku kasihan melihatmu, aku lihat kamu basahdan kedinginan, aku ingin membelikanmu makanan lain yang lebih layak, tetapimengapa kamu menolaknya".Si anak kecil tersenyum dengan manis,
"Maaf pak, bukan maksud saya menolak rejeki dari Bapak. Buatsaya makan sekantong gorengan hari ini sudah lebih dari cukup. Kalau sayamencampakkan gorengan ini dan menerima tawaran makanan yang lain yang menurutBapak lebih layak, maka sekantong gorengan itu menjadi mubazir, basah oleh airhujan dan hanya akan jadi makanan tikus."
"Tapi bukankah kamu mensia-siakan peluang untuk mendapatkanyang lebih baik dan lebih nikmat dengan makan di restoran di mana aku yang akanmentraktirnya", ujar sang laki-laki dengan nada agak tinggi karena merasa anakdi depannya berfikir keliru.
Umar menatap wajah laki-laki didepannya dengan tatapan yangsangat teduh,"Bapak!, saya sudah sangat bersyukur atas berkah sekantonggorengan hari ini. Saya lapar dan bapak mengijinkan saya memakannya", Umarmemperbaiki posisi duduknya dan berkata kembali, "Dan saya merasa berbahagia,bukankah bahagia adalah bersyukur dan merasa cukup atas anugerah hari ini,bukan menikmati sesuatu yang nikmat dan hebat hari ini tetapi menimbulkankeinginan dan kedahagaan untuk mendapatkannya kembali di kemudian hari."
Umarberhenti berbicara sebentar, lalu diciumnya tangan laki-laki di depannya untukberpamitan. Dengan suara lirih dan tulus Umar melanjutkan kembali,"Kalau hariini saya makan di restoran dan menikmati kelezatannya dan keesokan harinya sayamenginginkannya kembali sementara bapak tidak lagi mentraktir saya, maka sayasangat khawatir apakah saya masih bisa merasakan kebahagiaannya".
Pria tersebut masih saja terpana, dia mengamati anak kecil didepannya yang sedang sibuk merapikan koran dan kemudian berpamitanpergi."Ternyata bukan dia yang harus dikasihani, Harusnya aku yang layakdikasihani, karena aku jarang bisa berdamai dengan hari ini"
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H