Apabila telah datang rindu yang sangat hebat, dihamparlah sebuah sajadahnya pada lantai dan memanjatkan doa sebagai penanglal dalam kerinduan itu. Walau air mata berjatuhan yang cukup deras dan lebat.
Ketahuilah bahwa setiap raga jauh dari keluarga, maka akan ada sebuah kesedihan yang diselimuti oleh tawa. Tawalah yang memakasa raut senyum tercipta dan seolah melupakan semua tentang kesedihan yang di alami oleh orang-orang terjajah kerinduan. Bukan mereka sebagai orang munafik atau semisalnya, tetapi itu adalah langkah untuk mengelabui diri dari amat kejamnya luka.
Namun jika ada yang ingin menjelaskan sebuah kerinduan atau kesedihan yang paling dalam, maka tanyakanlah semua itu kepada orang-orang yang terlibat dalam perantauan. Pelaku utama adalah mereka, tetapi kadangkala mereka menyembunyikan itu kepada para manusia yang berhamparan di muka bumi ini. Apa sebab mereka melakukan itu semua, tidaklah lain hanya ingin menjaga mereka dari kekhawatiran. Mereka para perantau tau apa yang mereka lakukan itu adalah benar, meski mereka selalu di katakan sebagai orang-orang pembohong yang seringkali menutupi setiap luka dan derita yang ia rasa.
Selain itu ada hikmah yang mesti harus kita kutip dan kita petik dalam perjalanan para perantau itu. Secara tidak langsung mereka telah melakukan pendidikan tentang kesabaran dan ketangguhan seorang peranatau, yaitu untuk kepada anak muda kelak yang nanti akan berjejak seperti mereka kiranya. Dan apabila mereka menyadari akan hal itu, para perantau telah membuka seuatu ilmu tentang pelatihan dasar untuk “menyenangkan” orang-orang yang dibelakangnya (orang-orang) tersayang.
Maka selain orang-orang yang paham akan ilmu batin atau ketuhanan tentang menyikapi kehidpan ini, orang-orang perantau juga tak akalah bagaimana harus mengemudikan kehidupan ini dengan kesabaran yang mereka miliki. Mereka belajar dari diri sendiri (personality), selain dari lingkungan sosial dan lewat buku-buku yang mereka baca. Itulah mereka menjadikan sebuah masalah adalah tempat belajar. Dan sebuah kebenaran adalah sebagai tempat-tempat tabungan.
Tetapi tidak hanya secara fisik mereka yang menjadi tongkak kehidupan ini. Ingatlah seorang perantau disamping keberanian dan kayakinannya, mereka menjadikan Tuhan sebagai penolong terakhir dan utama. Utamanya ialah apabila mengerjakan sesuatu itu di dahulukannya dengan ucapan doa, dan apabila sebagai terakhir itu mereka berserah diri dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan yang maha esa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H