Mohon tunggu...
Santiswari
Santiswari Mohon Tunggu... Freelancer - Blogger | Pemerhati Transportasi Kereta

Bukit tinggi kota idaman ~

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Kekuatan Hukum Grondkaart sebagai Alas Hak

19 September 2019   09:31 Diperbarui: 19 September 2019   09:47 1040
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam surat keputusan tersebut dijelaskan bahwa setidaknya ada lima pihak yang membentuk satu tim bagi pembuatan grondkaart, yaitu kepala daerah tempat tanah yang dibuat grondkaart berada, petugas kadaster (BPN era kolonial) yang bertanggungjawab mengukur dan membuat surat ukur tanahnya, dua orang pejabat pemerintah yang terkait dengan proyek yang akan dibangun (bisa dari PU, BUMN, Perhubungan) serta pemegang hak kuasa atas tanahnya (dalam bentuk HGB, hak pakai, hak konsesi, hak petik, hak tanam).

Pemerintah juga menerbitkan surat keputusan baru tanggal 14 Oktober 1895 nomor 7. Dalam surat keputusan tersebut pada pasal 3 dan 4 dikatakan bahwa grondkaart adalah bukti letak tanah pemerintah lengkap dengan batas-batasnya yang disusun oleh lima pejabat terkait di atas dan disahkan sebagai alas hak sekaligus menunjuk pemegang hak tersebut yang dipercaya oleh pemerintah bertanggungjawab untuk digunakan selama kepentingan mereka masih berlangsung. Artinya terhitung sejak tanggal itu, grondkaart dianggap sebagai pengganti resmi alas hak bukti kepemilikan atas tanah pemerintah.

Dasar hukum kedua adalah hukum material dimana dalam setiap grondkaart juga tercantum kata-kata "grondkaart ini dibuat dan disetujui dengan surat keputusan/ketetapan Gubernur Jenderal atau Direktur...." (gemaakt of goedgekeurd door het besluit of beschikking van den Gouverneur Generaal/Directeur van...). 

Jika grondkaart direvisi dan diterbitkan kembali, maka setiap hasil revisi akan disertai dengan catatan "disetujui dengan surat ketetapan dari direktur....." (goedgekeurd door het beschikking van den Directeur van .....). Direktur yang memberikan persetujuan dan pengesahan pun disesuaikan dengan kebutuhan.

Setelah pengakuan kemerdekaan Indonesia oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949 melalui keputusan Konperensi Meja Bundar di Den Haag, semua aset pemerintah kolonial menjadi aset pemerintah Indonesia termasuk semua tanah yang dibuktikan dengan grondkaart. Artinya semua tanah kereta api Belanda yang tertera dalam grondkaart menjadi aset Djawatan Kereta Api atau yang sekarang disebut PT KAI (Persero). Hal ini ditegaskan dalam Pengumuman nomor 2 tanggal 6 Januari 1950 dari Menteri Perhubungan, Tenaga Kerja dan Pekerjaan Umum

Grondkaart juga diakui keabsahannya oleh pihak-pihak yang memahami tentang hukum agraria seperti M Noor Marzuki, Mantan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Agraria dan Tata Ruang (ATR)/Badan Pertanahan Nasional (BPN). Ia menjelaskan bahwa grondkaart sudah final dan menjadi salah satu bukti kepemilikan aset negara dimana pengelolaanya sudah diserahkan kepada masing-masing perusahaan BUMN Seperti PT. KAI (Persero).

Pendapat tersebut diperkuat oleh Dr. Iing R. Sodikin Arifin, Tenaga Ahli Menteri Agraria Dan Tata Ruang/Kepala BPN. Dikutip dari Tempo.co, Ia mengungkapkan bila pada dasarnya grondkaart sebagai alas hak yang kuat dan sempurna serta petunjuk bahwa tanah atau lahan tersebut ada yang memiliki. "Tanah aset perusahaan kereta api negara (SS) diuraikan dalam grondkaart dan diserahkan penguasannya kepada SS. Berdasarkan S.110/1911 jo S.430/1940 tanah grondkaart adalah hak beheer (penguasaan) milik SS," ujarnya.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa grondkaart hingga saat ini masih memiliki kekuatan hukum yang dapat dijadikan sebagai alas hak bagi BUMN. 

Tidak banyak yang mengetahui keabsahan grondkaart namun sudah banyak ulasan yang menjelaskannya. Hal ini dapat menjadi rujukan bagi para ahli hukum serta ilmuwan yang selama ini hanya melihat grondkaart sebagai peta dan menganggap sudah tidak berlaku lagi di sisi hukum Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun