Mohon tunggu...
Santi Puspita Ningrum
Santi Puspita Ningrum Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

6th semester accounting student with organizational experience in secretarial field. I am a person who likes administration and is interested in administrative management, besides that I have a desire to develop document management skills in an international scope. With my educational background and abilities, I am ready to contribute my time and competence.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Dalam Diam, Aku Belajar Merelakan

23 Oktober 2024   23:29 Diperbarui: 24 Oktober 2024   05:59 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pada senja yang hangat di perpustakaan kampus, aku tenggelam dalam lautan buku yang bertebaran di sekelilingku. Sinar matahari perlahan-lahan tenggelam di balik cakrawala, meninggalkan jejak-jejak keemasan yang mewarnai langit. Melalui jendela besar, aku bisa melihat keindahan itu, seakan dunia luar terputus dari sini, mengurungku dalam ruang hening yang damai. Namun, keheningan itu tiba-tiba terusik oleh suara langkah kaki yang mendekat, memecah sunyi seperti aliran air yang membelah batu karang.

Aku mengangkat pandanganku dari halaman buku, dan di sana dia berdiri. Bintang, seorang teman sekelas yang tak pernah aku perhatikan lebih dari sekadar rekan belajar. Namun entah kenapa, sore itu, ada yang berbeda darinya. Langkahnya mantap, dan senyumnya yang tergores kecil seperti menyapa hati tanpa suara.

"Hei, Ani, lagi sibuk belajar?" sapanya dengan nada santai, sambil menurunkan tas di kursi sebelahku. Seketika, detak jantungku berlari lebih kencang, seperti berlomba dengan waktu, saat dia semakin mendekat.

Ada sesuatu yang aneh menyusup ke dalam diriku. Bukan sekadar perasaan biasa, tapi sesuatu yang perlahan mengisi celah di hatiku. Senyumannya, caranya berbicara, bahkan ketika ia merapikan rambut yang berantakan, semuanya membuatku bertanya-tanya, mengapa baru sekarang aku memperhatikan hal-hal ini? Aku yang biasanya tenang dalam deretan angka dan analisis laporan, kini terbawa arus perasaan yang tak terduga hanya oleh kehadirannya.

Hari-hari setelah itu menjadi berbeda. Kelas yang semula monoton, sekarang menjadi momen yang aku tunggu-tunggu. Setiap kali Bintang masuk ke kelas, mataku secara otomatis mencari sosoknya. Aku mulai menyadari hal-hal kecil tentangnya; senyumnya yang lembut saat mendengarkan dosen, kebiasaan mengetukkan pena di meja saat berpikir, dan suara tenangnya namun terlihat penuh keyakinan. Aku jatuh cinta pada keheningan yang dia bawa, pada rasa nyaman yang tumbuh tanpa aku sadari.

Namun, semakin aku mengenalnya, semakin aku menyadari bahwa perasaan ini bukanlah cinta yang mudah. Ada sebuah jurang tak kasat mata yang terus memisahkan kami. Meskipun kami sering berbicara, menghabiskan waktu bersama di perpustakaan, dan berdiskusi tentang tugas mata kuliah, aku merasa hatinya adalah dunia yang tak bisa aku jangkau sepenuhnya.

Sampai pada hari ketika keberanianku memuncak. Kami duduk di bangku taman kampus, dikelilingi oleh bunga-bunga yang mulai bermekaran. Angin lembut meniupkan aroma bunga yang menyegarkan, menggelitik hidungku. Aku menatapnya, mencoba menemukan jawaban yang tersembunyi di balik mata teduhnya.

"Bintang, aku punya sesuatu yang ingin aku sampaikan," kataku. Suaraku terdengar sedikit gemetar. Dia memalingkan wajahnya dari buku yang sedang dibacanya dan tersenyum lembut padaku.

"Apa itu?"

Aku menarik napas panjang, mencoba meredakan kekacauan di dalam diriku. "Aku rasa... aku mulai menyukaimu."

Begitu kata-kata itu terucap, dunia di sekitarku terasa hening. Hanya ada kami berdua, duduk dalam kebisuan yang tiba-tiba mencekam. Aku menatapnya, mencoba mencari jawaban di wajahnya, tetapi yang kutemukan hanya kesedihan yang samar.

"Ani... kamu orang yang hebat. Aku senang bisa mengenalmu, tapi..." Dia menghentikan kalimatnya sejenak, seolah memilih kata-kata yang tepat agar tidak menyakitiku. "Aku tidak bisa membalas perasaanmu. Ada seseorang yang sudah lama mengisi hatiku."

Dunia yang tadinya terasa indah tiba-tiba runtuh di sekelilingku. Bunga-bunga di hatiku yang bermekaran, layu dalam sekejap. Aku tersenyum, meskipun badai berkecamuk di dalam dada.

"Ah, aku mengerti," jawabku pelan, mencoba menenangkan diri. "Tidak apa-apa."

Sore itu, aku belajar sesuatu yang mendalam tentang cinta. Bahwa cinta tidak selalu bermuara pada kebahagiaan yang kita harapkan, tapi bukan berarti cinta itu sia-sia. Kadang, cinta mengajarkan kita bahwa memberi tanpa mengharapkan imbalan adalah bentuk cinta paling sejati. Ada kebahagiaan tersendiri dalam mencintai seseorang, meski tak selalu dibalas dengan cara yang sama.

Seiring berjalannya waktu, aku mulai menerima kenyataan bahwa perasaanku pada Bintang hanyalah satu bab dalam hidupku. Aku belajar bahwa mencintai bukan berarti harus memiliki. Kadang, cinta adalah tentang merelakan, membiarkan orang yang kita sayangi menemukan kebahagiaannya, meskipun itu bukan bersama kita. Aku tetap bersahabat dengan Bintang, dan meski perasaanku tak terbalas, aku menemukan kedamaian di dalamnya.

"Cinta sejati adalah ketika kita bisa melihat orang yang kita cintai bahagia, meski kebahagiaan itu tidak bersama kita."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun