Mohon tunggu...
santi diwyarthi
santi diwyarthi Mohon Tunggu... Dosen - Wanita adalah bunga, indahnya dunia, tiang penjaga damai dunia.....
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

a wife, a mother, a worker....

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Adrianus Wilhelmus Smit, Pande Wayan Suteja Neka dan Makna Sahabat Sejati

11 April 2016   00:10 Diperbarui: 13 April 2016   04:00 152
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Arie Smith datang ke Bali sejak tahun 1956. Namun jauh sebelum tahun kedatangannya ke pulau Bali, dia telah berharap untuk dapat berkunjung dan menikmati keindahan alam pulau Bali yang digambarkannya dalam berbagai bentuk litografi hasil karyanya.

Smit merupakan anak ketiga dari delapan bersaudara dengan orangtua pedagang dan produsen keju di kota Zaandam. Keluarganya pindah ke Rotterdam pada tahun 1924, dimana di kota ini ia mulai mempelajari desain grafis pada sebuah Akademi Seni. Di masa mudanya, ia terinspirasi oleh tiga seniman terkenal, Signac, Gauguin dan Cezanne. Pada tahun 1938 ia bergabung dengan pasukan tentara kerajaan Belanda untuk India Timur, dimana ia bekerja sebagai seorang litografis, bertugas memetakan wilayah archipelago, atau kepulauan, di Batavia. Pada saat kesempatan melakukan proses pemetaan pegunungan Bali, semangatnya tergugah untuk mengunjungi pulau Bali.

[caption caption="Arie Smith"]

[/caption]

Pada awal tahun 1942, Smit dipindahkan untuk bergabung dengan pasukan di Jawa Timur, namun tertangkap oleh pasukan Jepang. Tiga tahun setengah dilaluinya di kamp penahanan untuk membangun jalan, jembatan, dan rel kereta api di Thailand dan Burma. Setelah Perang berakhir pada tahun 1945, Smit dibebaskan, dan kembali ke Republik Indonesia, Smit menjadi penduduk Indonesia semenjak tahun 1951, mengajarkan grafis dan litografi di Institut Teknologi Bandung di Jawa Barat. Di sela-sela waktu luang, ia sering melukis, hingga akhirnya malakukan pameran perdana di Jakarta.

Atas undangan seniman Belanda, Rudolf Bonnet, Arie Smit mengunjungi Bali pada tahun 1956, bersama-sama dengan seniman Auke Sonnega. Di Bali, Arie Smit berjumpa pedagang berbagai benda seni, James Clarence Pandy, hingga akhirnya Arie Smit tinggal di rumah Pandy di Sanur. Pandy juga merupakan pedagang benda seni yang memiliki galeri seni di Sanur, yang kerap dikunjungi oleh Bung Karno beserta tamu kenegaraan. Smit begitu megagumi dan mencintai warna-warni terang, yang dilihatnya pada detail lanskap pulau Bali, terasering persawahan, pedesaan, pura dan beragam tanaman. Hal ini pula yang tertangkap pada pada berbagai benda seni yang dihasilkannya.

[caption caption="Pande Wayan Suteja Neka dan Ibu Santi"]

[/caption]

Smit juga mengagumi bakat seni yang telah terlihat semenjak usia dini pada masyarakat Bali. Bakat seni yang tumbuh secara alami, di dukung oleh budaya yang berkembang pada masyarakat Bali, bagi nya, merupakan suatu modal yang mampu membimbing masyarakat Bali menjadi seniman dengan maha karya pada berbagai hasil karya seni. 

Masyarakat Bali mampu menjadi seniman ahli dengan maha karya. Berawal dari tahun 1960 semenjak perjalanannya ke wilayah pedesaan Penestanan di Ubud, ia mulai memiliki murid dan mengembangkan karya seni dengan corak lukisan yang kemudian dikenal dengan “Young Artists’ style, bahkan hingga 300 sampai 400 pengikut. Arie Smit bahkan dikenal sebagai bapak dari gerakan seni beraliran warna-warna terang dan kuat ini.

Dari beragam murid Arie Smit, ada yang layak untuk dikenal sebagai titik awal sejarah perkembangan kegiatan seninya di Bali, yakni murid yang pertama dibimbing Arie Smit. Kedua orang murid yang pertama kali mendapat bimbingan langsung dari Arie Smit adalah Nyoman Cakra dan Ketut Saki. Mereka adalah penggembala bebek, namun Arie melihat memiliki bakat seni yang luar biasa pada mereka. Tidak butuh waktu lama, murid nya ini telah mampu melahirkan berbagai karya seni beraliran “Young Artis” dengan warna-warna terang dan kuat.

Upaya Arie Smit membimbing dan melahirkan seniman ini berhasil. Banyak pemuda desa setempat yang juga ikut tertarik menekuni aktivitas seni lukis pada kanvas. Karya seni yang dihasilkan para pengikutnya ini membuat kesejahteraan masyarakat di Ubud juga perlahan mulai meningkat.

Semenjak tahun dimana Arie Smit tiba di Bali, ia telah berpindah-pindah hingga 40 kali. Karangasem dan Buleleng merupakan tempat favorit dimana ia menetap. Namun akhirnya pada tahun 1992, beliau menetap di desa Sanggingan, di dekat Ubud, di bawah asuhan bapak Pande Wayan Suteja Neka, pendiri Museum Seni Neka.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun