Tileming sasih Kepitu selama 36 jam.
Upawasa artinya berpuasa tidak makan dan minum lamanya sama dengan monabrata.
Jagra artinya berjaga, bangkit, maksunya tidak tidur selama 36 jam.
Pelaksanaan Brata Siwaratri di India dan di Indonesia
Pelaksanaan Brata Siwaratri di India pada paro petang ke-14 bulan phalguna (februari-maret) hampir sama dengan di Indonesia yang dilakukan pada paro petang ke-14 bulan magma (januari-februari), yakni mereka tidak tidur selama 36 jam, sembahyang Kepura-Pura Sanghyang Siwa dengan mengucapkan japa pancaksara OM NAMAH SIWAYA. Sejak pagi hingga keesokan harinya menjelang mata hari terbenam.
Berbagai perayaan dan pelaksanaan Brata tidak akan banyak memberikan manfaat bila umat tidak mampu menangkap makna dibalik perayaan atau Brata tersebut, untuk itu hal yang penting adalah merenungkan semua makna keutamaan Brata itu kemudian mengejewantahkannya, menerapkan dalam kehidupan pribadi maupun dalam kehidupan sosial.
Brata Siwaratri adalah hari untuk meningkatkan kesadaran kita untuk senantiasa memuja keagungan Sanghyang Widi dalam hal ini salah satu abhiseka atau manifestasi utama-Nya adalah sebagai Sanghyang Siwa. Tujuan utama dari Brata Siwaratri adalah melenyapkan sifat-sifat buruk atau jahat dan hina.
Pemujaan terhadap Dewa Siwa dalam upacara Siwaratri karena manusia dalam menghadapi segala hambatan baik yang berasal dari dalam maupun dari luar diri, memerlukan tuntunan dan waranugraha Dewa Siwa sebagai pemeralina segala sesuatu yang menghalangi tujuan suci. Dewa Siwa sebagai penuntun dan pelindung manusia dalam perjuangannya melenyapkan kegelapan batin, menuju kehidupan yang penuh kesadaran, karena hidup yang penuh kesadaran dapat melenyapkan kepapaan dan kesengsaraan.
Orang yang mencapai pencerahan / Enlightment, orang yang telah berhasil berjuang melenyapkan kepapaan adalah orang yang penuh dengan pengendalian diri dalam bidang makan dan minum yang disimboliskan dalam upawasa (puasa). Orang yang penuh pengendalian diri dalam kata-katanya disimboliskan dengan monabrata, dan orang yang selalu waspada dan sadar dalam segala tingkah lakunya sehingga selalu dapat berbuat dharma disimboliskan dengan jagra. Orang yang demikian selalu mendapat perlindungan dan waranugraha dari Ida Sanghyang Widhi Wasa dalam manifestasi beliau sebagai Dewa Siwa, baik selama hidupnya di dunia maupun di akhirat.
Sumber :
Gorris, R. 1984. Sekte-sekte di Bali. Jakarta: Bhatara Karya Sastra