Masalah yang muncul dalam diri peserta didik tidak dianggap sebagai sebuah kesalahan melainkan sebuah peluang untuk dirinya agar bisa belajar dan tumbuh menjadi pribadi yang lebih kuat dan tangguh. Kita boleh memberikan apresiasi dalam bentuk kalimat apresiatif yang mengandung nilai-nilai kebajikan dengan menunjukkan waktu kalimat pembuka dan waktu yang tepat. Pengakuan bisa diberikan secara khusus dan pribadi, pengakuan juga diberikan kepada seluruh murid secara bergantian, konsisten dan fokus pada prosesnya.Â
Sementara disiplin dalam bentuk hukuman dan paksaan adalah alternatif yang sangat tidak disarankan. Akan tetapi menurut KHD, "Sungguhpun disiplin itu bersifat "self discipline" yaitu kita sendiri yang mewajibkan kita dengan sekeras-kerasnya, tetapi itu sama saja; sebab jikalau kita tidak cakap melakukan self discipline, wajiblah penguasa lain mendisiplin diri kita. Dan peraturan demikian itulah harus ada di dalam suasana yang merdeka".  Disinilah peran pemimpin yang memiliki hak dan kewajiban dalam menyikapi opini seperti ini. Pemimpin harus mengambil tindakan terkait tanggung jawab  dan tertib laku dari semua warganya terkait hak dan kewajibannya.
Dari paradigma teori pilihan ini saya menemukan konsep-konsep humanis dalam paradima teori pilihan yang berbeda dari paradigma sebelumnya, pendekatan yang lebih bersifat pembelajaran dialogis dan bersifat solutif ketimbang pemaksaan dan hukuman. Diane Gossen menawarkan metode pendekatan restitusi. Restitusi adalah proses menciptakan kondisi bagi murid untuk memperbaiki kesalahan mereka, sehingga mereka bisa kembali pada kelompok mereka, dengan karakter yang lebih kuat (Gossen; 2004).Â
Selanjutnya, restitusi juga adalah proses kolaboratif yang mengajarkan murid untuk mencari solusi untuk masalah, dan membantu murid berpikir tentang orang seperti apa yang mereka inginkan, dan bagaimana mereka harus memperlakukan orang lain (Chelsom Gossen, 1996). Pada pendekatan restitusi, murid menjadi lebih memiliki tujuan, disiplin positif, dan memulihkan dirinya setelah berbuat salah. Penekanannya bukanlah pada bagaimana berperilaku untuk menyenangkan orang lain atau menghindari ketidaknyamanan, namun tujuannya adalah menjadi orang yang menghargai nilai-nilai kebajikan yang mereka percayai.Â
Ada peluang luar biasa bagi murid untuk bertumbuh ketika mereka melakukan kesalahan, bukankah pada hakikatnya begitulah cara kita belajar. Dimana menurut KHD pendidikan bisa disampaikan lewat cara pengalaman lahir dan batin (ngelakoni, ngerasa, believing). Cara ini lebih cepat dalam menumbuhkan pembelajaran dalam diri seseorang, karena motivasi yang terbentuk tidak lagi datang dari luar dirinya melainkan dari dalam dirinya. Dia menyadari bahwa tindakan buruk yang ia lakukan akan berdampak pada kurangnya kebahagiaan dirinya.
Penemu teri realitas William Glasser percaya bahwa manusia selalu berproses membuat pilihan. Mereka akan menderita dalam membuat pilihan-pilihan yang salah, padahal alternatif-alternatif yang mudah tersedia bagi mereka. Dengan cara berfikir yang tepat, manusia akan dibentengi dari banyak tekanan. Disini, peran pendidik sebagai penuntun perilaku peserta didik dapat tergambar dengan jelas. Pendidik tidak lagi memberi hukuman dalam bentuk fisik ataupun intimidasi melainkan memberi kesempatan pada peserta didik untuk mengintrospeksi diri atas penyebab dari pelanggaran-pelanggarn yang mereka lakukan.Â
Solusi yang dibuat tidak lagi sebagai tebusan atas kesalahan yang mereka lakukan melainkan sebuah bentuk pembelajaran terhadap nilai-nilai yang mereka yakini. Itulah sebabnya kita perlu membuat kesepakatan kelas di awal tahun pembelajaran. Nilai-nilai apa yang kita anggap penting untuk disepakati agar proses pembelajaran yang berpihak pada murid dapat terwujud. Dalam penerapan disiplin positif, pendidik perlu mengekstraksi nilai-nilai yang terkandung dalam butir-butir peraturan yang telah ada. Kesepakatan yang telah diyakini oleh setiap warga kelas akan terbentuk menjadi keyakinan kelas. Beberapa ciri-ciri keyakinan kelas, yaitu:
- Keyakinan kelas bersifat lebih abstrak dari peraturan yang bersifat rinci dan konkret.
- Keyakinan kelas berupa pernyataan-pernyataan universal.
- Pernyataan keyakinan kelas senantiasa dibuat dalam bentuk positif.
- Keyakinan kelas hendaknya tidak terlalu banyak, sehingga mudah diingat dan dipahami oleh semua warga kelas.
- Keyakinan kelas sebaiknya sesuatu yang dapat diterapkan di lingkungan tersebut.
- Semua warga kelas hendaknya ikut berkontribusi dalam pembuatan keyakinan kelas lewat kegiatan curah pendapat.
- Bersedia meninjau kembali keyakinan kelas dari waktu ke waktu
Selain itu, peserta didik juga di ajak untuk mengambil nilai-nilai dari setiap butir-butir peraturan sekolah yang sudah ada, dengan begitu mereka memahami bahwa pelaksanaan peraturan yang mereka lakukan bukan karena paksaan atau kepatuhan melainkan karena memahami nilai-nilai itu bermanfaat untuk dirinya dan oarng lain. Lantas bagaimana, bila keyakinan kelas itu dilanggar oleh warga kelas? Disnilah kita perlu menerapkan segitiga restitusi. Â
Dalam menjalankan pendekatan restitusi, ada tiga sisi yang dikenal dengan segitiga resitusi, yaitu
- Menstabilkan Identitas (Stabilize the Identity)
Anak yang melakukan kesalahan biasanya cenderung membela diri atas perbuatannya. Mereka tidak rela semerta-merta disalahkan sekalipun tindakan yang mereka lakukan salah. Sesuai konsep berfikir cepat (fast thinking) bahwa manusia cenderung merespon dengan otak mamalia (berhubungan dengan perasaan) dari pada menggunakan otak luhurnya. Hal ini yang dinyatakan secara implisit dalam praktik penggunaan 4 jari tangan kanan sebagai fungsi otak mamalia dan ibu jari sebagai otak luhur.
Otak luhur (slow thingking) tidak bisa digunakan bila seseorang telah dikuasai oleh otak mamalia (perasaan). Untuk itu, sebagai pendidik kita menghindari kalimat-kalimat yang dapat memicu peserta didik kehilangan kontrol terhadap cara berfikirnya, dan memilih diksi kalimat yang bisa merefleksikan dirinya agar lebih terbuka. Â
- Validasi Tindakan yang Salah (Validate the Misbeh)
- Sisi ini bertujuan untuk mengenali tujuan dari tindakan atau perilaku peserta didik. Karena kita mengetahui bahwa setiap tindakan pasti memiliki tujuan. Dengan memahami tujuan dari tindakan yang ia lakukan, maka kita dengan mudah mengidentifikasi ke arah mana masalah bermuara.
- Menanyakan Keyakinan (Seek the Belief)