Sejak tahun 1960- an, keluarga Atut sudah merupakan keluarga KAYA RAYA di Banten. Asal muasal kekayaan dari mana saya tak tahu pasti. Saya akan bicara keadaan nyata di Banten, bukan berarti membela keluarga Atut ataupun menghina. Hanya membeberkan kejadian sebenarnya yang dialami oleh sebagian besar keluarga yang mengenal keluarga Atut, terutama ayahnya, sedari dulu.
Ayah Atut yang bernama Tubagus Chasan Sochib (almarhum) inilah yang punya kekayaan seabrek, dia merupakan tokoh masyarakat Banten, sedari dulu sejak Banten masih ikut Jawa Barat. Dengan kekayaannya, ayahanda Atut ini sanggup beristri enam orang. Semuanya diperlakukan adil secara materi, rumah gedong, mobil dan anak- anak mereka juga pergi ke sekolah pake mobil pribadi bukan naik angkot seperti kebanyakan masyarakat Serang. Ayahanda Atut mencukupi kebutuhan sandang, pangan, papan ke enam istrinya dengan sempurna. Semua istri adem ayem, tak ada keributan. Anak- anak mereka  juga saling sapa.
Inilah nama ke enam istri ayahanda Atut, semuanya bergelar Ibu Hajjah,
1. Wasi'ah, punya tiga anak, ibunda Atut dan Tubagus Chaery Wardhana,
2. Ratu Rafi'ah, punya lima anak,
3. Chaeriyah, punya lima anak,
4. Imas Masnawiyah (almh), punya tiga anak,
5. Yeni Heryani, punya empat anak,
6. Ratna Komalasari, punya tiga anak.
Kebaikan dan kemurahan ayahanda Atut secara materi bukan hanya dirasakan oleh keluarganya tetapi juga oleh sebagian besar pejabat  pemerintahan, polisi, tentara, guru, pegawai negeri di dinas- dinas, hingga pegawai rendahan di Banten. Ayah Atut akan membantu dengan cepat siapa saja yang datang kepadanya dan meminta bantuan keuangan, untuk biaya pengobatan anak dan istri yang sakit, biaya sekolah anak yang banyak dan sangat tinggi, dia mau memberikannya tanpa perlu dibayar kembali, dia tak pelit dengan urusan uang, dia sangat mempermudah urusan orang-orang yang sedang dalam musibah dan kesulitan.
Pemberian materi/ bantuan uang ini bukan dilakukan sekali, melainkan terus menerus selama bertahun- tahun. Kebaikan ayahanda Atut ini lah yang dikenang oleh sebagian orang Banten yang pernah ditolongnya. Maka banyak warga di Banten yang memilih Atut karena faktor "Hutang Budi" kepada kebaikan ayahnya dulu. Tak ada salahnya kan membalas kebaikan ayah Atut dengan berbuat baik juga kepada keturunannya.
"Masa kita memilih orang lain yang tak kita kenal, sementara sarjananya kamu saja pake uangnya keluarga Atut"!
"Ingat waktu ibu kita sakit parah, siapa yang membantu membeli obat dan biaya rumah sakit, kalau bukan keluarga Atut"
Itu di antara beberapa pernyataan yang sering terdengar di kalangan rakyat/ warga Banten kelas bawah, yang kehidupannya banyak dibantu oleh keluarga Atut. Rakyat tak mengerti apa-apa, mereka hanya paham bahwa kebaikan memang harus dibalas kebaikan selagi mampu. Tak ada salahnya untuk 'mencoblos nama Ratu Atut ' di pemilihan gubernur lalu. Suatu pertolongan yang sangat mudah dilakukan, tak perlu pake tenaga dan uang.
Rakyat kecil punya hati yang sederhana, selalu berprasangka baik, Jika ayahnya baik, yah...mudah-mudahan anak dan keturunannya pun akan menjamin kesehatan dan pendidikan keturunan warga Banten selanjutnya?
"Apakah kami salah dengan memilih Atut dulu?"
Rakyat kecil tak paham masalah politik, apalagi dana- dana besar, APBD dan segala macam. Apalagi Lamborgini dan Ferrari, " Wong di Serang aja masih banyak 'becak'dan banyak 'sado'di Pandeglang". Pemahaman tentang kebutuhan mewah adalah jauh dari pola pikir hidup sederhana mereka yang dilakoninya berpuluh tahun.
Masih banyak warga Banten yang sangat anti kepada Atut, terutama kaum cendekiawan muda, kalau Anda kenal penulis ' Golagong' yang menulis novel 'Balada si Roy', dia merupakan salah satu wargayang gigih menyuarakan ketaksetujuannya terhadap kebijakan Atut atas pembangunan Banten.
Begitu juga pihak kesultanan Banten, yang secara tegas menolak niat Atut melakukan pemugaran dan memperbaharui pagar kompleks pemakaman Sultan Banten di Banten lama. Salah seorang kyai mengatakan
"tak mau makam leluhurnya dibikin bagus sampe miliar - miliar biaya nya dari uang yang tak jelas asalnya. Biarlah begini keadaannya, keturunan kesultanan Banten masih sanggup menjaga warisan leluhur kami tanpa campur tangan pemerintahan Atut".
Mungkin juga biaya pemugaran kompleks pekuburan kesultanan ini sudah dianggarkan tapi karena di tolak oleh pihak kesultanan, ya..sudah deh, dengan senang hati masuk kantong, untuk nambahin beli Ferrari.
Banyak rakyat yang  tak setuju dengan perilaku Atut yang menumpuk harta dan tidak digunakan untuk kepentingan rakyat Banten.Rakyat Banten berkeyakinan kuat bahwa " Tuhan Maha Melihat", yakin perbuatan buruk akan ada ganjarannya baik diperlihatkan semasa hidup maupun ketika mati".
Rakyat Banten memilih jalan damai tanpa demonstrasi karena sadar bahwa tak akan ada pemenang dalam "perang saudara". Tak semua rakyat Banten bodoh, dan 'mencintai' Atut, yang ada hanya kebaikan hati manusia sederhana untuk membalas budi keluarga Atut. Yang ternyata jauh panggang dari api, jauh dari pengharapan rakyat Banten agar hidup lebih sejahtera.
Semoga rakyat Banten sekarang terbuka matanya jika ternyata niat baik untuk membalas budi terhadap keluarga Atut sudah di berikan ganjarannya oleh Tuhan, dengan diperlihatkannya perilaku buruk sebagian keluarga mereka.Semoga Banten menjadi bersih dan dipimpin oleh orang yang amanah. Tahun depan nanti semoga tak ada lagi rasa harus balas budi, kan sudah lunas. Jadi bisa pilih siapa saja selain keluarga Atut.
Salam Rindu dari Semak Belukar Afrika.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H