Saatnya liburan merupakan saat yang menyenangkan bagi setiap orang, sebab bisa sedikit bersantai dan melupakan sesaat penatnya pekerjaan. Liburan, adalah impian setiap orang. Berbagai jenis liburan selalu ingin dinikmati, baik liburan di pantai, liburan dengan mendaki gunung atau sekedar liburan ke kota-kota yang sudah terkenal dengan tempat wisatanya.Â
Dan jenis wisatawanpun bisa bermacam-macam. Dari wisatawan kelas super mewah yang selalu menggunakan jasa penerbangan kelas bisnis ke atas dan dijemput dengan mobil mewah untuk berkeliling tempat wisata, sampai wisatawan kelas tas ransel atau backpacker, yang saat ini tidak selalu diartikan hanya ditujukan kepada wisatawan yang membawa tas ransel saja tetapi juga ditujukan kepada wisatawan yang membawa koper namun memilih fasilitas penerbangan kelas biaya murah, penginapan maksimal hotel bintang 2 atau 3 serta wisatawan yang menggunakan alat transportasi umum untuk berkeliling tempat wisata.
Bagi wisatawan berbiaya murah, tentu menjadi hal biasa ketika akan menuju hotel atau akan berpindah moda transportasi, harus menyeret (menggeret) koper dan penulispun sudah terbiasa pula ketika akan berlibur, khususnya ke luar negeri, selalu memilih sebagai wisatawan berbiaya murah, yang siap menggeret koper kemanapun harus berpindah hotel atau berpindah moda transportasi.Â
Dari beberapa negara yang sudah pernah dikunjungi, untuk negara ASEAN, mungkin Singapura atau Malaysia, terkhusus di Kuala Lumpur, bisa menjadi contoh bagaimana mereka membangun trotoar yang manusiawi, yang memungkinkan orang yang karena keterbatasan ongkos, harus menggeret koper.Â
Trotoar yang dibuat berukuran lebar, sekitar 3 (tiga) meter dan rata dengan dipasang jalur bagi kaum disabilitas yang akan melintasi trotoar tersebut, bahkan ketika trotoar tersebut harus berpotongan dengan jalan masuk ke sebuah gedung atau persimpangan jalan, maka trotoar dibuat dengan bentuk yang memungkinkan orang menggeret koper dengan mudah.
Bagaimana di Indonesia? Memang saat ini, di kota-kota besar baik di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya mulai dibangun trotoar yang ramah bagi golongan kaum nggeret koper, tapi jumlah troroarnya masih minim. Ada beberapa catatan yang bisa menjadikan trotoar di Indonesia tidak manusiawi.
- Tinggi Trotoar Cukup Tinggi Dari Badan Jalan
Bila diperhatikan secara seksama, maka kita bisa melihat bahwa bentuk trotoar yang ada di kota-kota di Indonesia, memiliki ketinggian sekitar 50 (lima puluh) sampai dengan 60 (enam puluh) sentimeter dari badan jalan.Â
Tingginya trotoar ini tentu akan menyulitkan bagi penggunanya, khususnya bagi para lansia, ditambah lagi ketika trotoar tersebut berpotongan dengan jalan masuk ke gedung atau persimpangan jalan, tidak ada undak-undakan atau tangga di trotoar, kan kasihan yang melintas di trotoar tersebut, mo lompat cukup tinggi mo melangkah juga susah, rawan kepleset.
Kiranya pembangunan trotoar di Indonesia masih menjadi hiasan dari dibuatnya jalan, belum menjadi suatu hal yang wajib disediakan ketika membangun jalan. Bisa dibayangkan ketika wisatwan menggeret koper melintasi trotoar yang tinggi terssebut, tentu akan menyulitkan dalam perjalanannya, apalagi kalo kopernya penuh dan berat, bisa encok deh...hehehe..
- Lebar Trotoar Yang Berukuran Sempit
Trotoar lebar sementara ini bisa kita temukan di sekitaran segitiga emas Jakarta atau di kawasan Jalan Mangkubumi sampai dengan Jalan Malioboro Yogyakarta atau di sekitara Kantor Walikota Surakarta sampai simpang Gladak atu di sekitaran Jalan Braga Bandung, selebihnya? Wallahua'lam. Entah siapa perancang pembangunan trotoar di Indonesia, yang dibuat hanya selebar 2 (dua) orang berjejer atau tidak lebih dari 2 (dua) meter.
Pasti akan kesusahan ketika waisatawan golongan nggeret koper harus melintasi trotoar tersebut, pasti akan sering bersenggolan dengan orang lain, kan jadi gang senggol....wkwkwk... Udah senggolan bawa koper pula, bener-bener menyiksa ketika harus melewati trotoar macam itu dan hal ini harus sedikit diubah bila ingin menarik wisatawan berbiaya rendah (low budget tourist) yang masih merupakan pangsa pasar yang besar yang harus diraih. Â
- Trotoar Yang Tidak Rata
Yang terakhir yang tidak kalah menarik dibahas adalah rata-rata trotoar di Indonesia sangat tidak rata dan sering ditemukan lubang akibat galian kabel atau galian lainnya, belum lagi tortoar yang keramiknya terlepas yang menyebabkan air menggenang ketika turun hujan. Hal ini jelas membuat tidak nyaman bagi siapapun yang akan melintasinya, terlebih bagi kaum nggeret koper, bisa bikin koper rusak atau bahkan kecemplung di dalam lubang galian.
Hal ini diperparah dengan untaian indah kabel yang terpasang di atas trotoar, yang semakin hari semakin semrawut tidak tertata dengan baik. Jangankan pengguna sepeda motor, bagi pejalan kakipun bisa celaka ketika melintasi trotoar tersebut karena bisa saja orang melintas akan tersetrum atau tersangkut kabel.
Semoga apa yang menjadi keprihatinan dari kaum nggeret koper ketika melintas di trotoar yang ada di Indonesia bisa menjadi bahan pertimbangan petugas yang berkompeten, mengingat trotoar tidak hanya berfungsi sebagai sarana pejalan kaki untuk melintasi suatu jalan namun juga bisa berfungsi untuk memperindah kecantikan tata kota sekaligus sebagai sarana bagi wisatwan yang akan menikmati keindahan alam maupun kemudahan kenyamanan berjalan kaki di sebuah kota.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H