Mohon tunggu...
Santhos Wachjoe Prijambodo
Santhos Wachjoe Prijambodo Mohon Tunggu... Penegak Hukum - PNS di Surakarta

Seseorang dengan hobi membaca dan menulis artikel, baik artikel ilmiah maupun artikel non ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop Pilihan

Trotoar di Indonesia Sangat Tidak Manusiawi

3 Juli 2024   09:54 Diperbarui: 3 Juli 2024   13:51 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Saatnya liburan merupakan saat yang menyenangkan bagi setiap orang, sebab bisa sedikit bersantai dan melupakan sesaat penatnya pekerjaan. Liburan, adalah impian setiap orang. Berbagai jenis liburan selalu ingin dinikmati, baik liburan di pantai, liburan dengan mendaki gunung atau sekedar liburan ke kota-kota yang sudah terkenal dengan tempat wisatanya. 

Dan jenis wisatawanpun bisa bermacam-macam. Dari wisatawan kelas super mewah yang selalu menggunakan jasa penerbangan kelas bisnis ke atas dan dijemput dengan mobil mewah untuk berkeliling tempat wisata, sampai wisatawan kelas tas ransel atau backpacker, yang saat ini tidak selalu diartikan hanya ditujukan kepada wisatawan yang membawa tas ransel saja tetapi juga ditujukan kepada wisatawan yang membawa koper namun memilih fasilitas penerbangan kelas biaya murah, penginapan maksimal hotel bintang 2 atau 3 serta wisatawan yang menggunakan alat transportasi umum untuk berkeliling tempat wisata.

Bagi wisatawan berbiaya murah, tentu menjadi hal biasa ketika akan menuju hotel atau akan berpindah moda transportasi, harus menyeret (menggeret) koper dan penulispun sudah terbiasa pula ketika akan berlibur, khususnya ke luar negeri, selalu memilih sebagai wisatawan berbiaya murah, yang siap menggeret koper kemanapun harus berpindah hotel atau berpindah moda transportasi. 

Dari beberapa negara yang sudah pernah dikunjungi, untuk negara ASEAN, mungkin Singapura atau Malaysia, terkhusus di Kuala Lumpur, bisa menjadi contoh bagaimana mereka membangun trotoar yang manusiawi, yang memungkinkan orang yang karena keterbatasan ongkos, harus menggeret koper. 

Trotoar yang dibuat berukuran lebar, sekitar 3 (tiga) meter dan rata dengan dipasang jalur bagi kaum disabilitas yang akan melintasi trotoar tersebut, bahkan ketika trotoar tersebut harus berpotongan dengan jalan masuk ke sebuah gedung atau persimpangan jalan, maka trotoar dibuat dengan bentuk yang memungkinkan orang menggeret koper dengan mudah.

Bagaimana di Indonesia? Memang saat ini, di kota-kota besar baik di Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan kota-kota lainnya mulai dibangun trotoar yang ramah bagi golongan kaum nggeret koper, tapi jumlah troroarnya masih minim. Ada beberapa catatan yang bisa menjadikan trotoar di Indonesia tidak manusiawi.

  • Tinggi Trotoar Cukup Tinggi Dari Badan Jalan

Bila diperhatikan secara seksama, maka kita bisa melihat bahwa bentuk trotoar yang ada di kota-kota di Indonesia, memiliki ketinggian sekitar 50 (lima puluh) sampai dengan 60 (enam puluh) sentimeter dari badan jalan. 

Tingginya trotoar ini tentu akan menyulitkan bagi penggunanya, khususnya bagi para lansia, ditambah lagi ketika trotoar tersebut berpotongan dengan jalan masuk ke gedung atau persimpangan jalan, tidak ada undak-undakan atau tangga di trotoar, kan kasihan yang melintas di trotoar tersebut, mo lompat cukup tinggi mo melangkah juga susah, rawan kepleset.

Kiranya pembangunan trotoar di Indonesia masih menjadi hiasan dari dibuatnya jalan, belum menjadi suatu hal yang wajib disediakan ketika membangun jalan. Bisa dibayangkan ketika wisatwan menggeret koper melintasi trotoar yang tinggi terssebut, tentu akan menyulitkan dalam perjalanannya, apalagi kalo kopernya penuh dan berat, bisa encok deh...hehehe..

  • Lebar Trotoar Yang Berukuran Sempit

Trotoar lebar sementara ini bisa kita temukan di sekitaran segitiga emas Jakarta atau di kawasan Jalan Mangkubumi sampai dengan Jalan Malioboro Yogyakarta atau di sekitara Kantor Walikota Surakarta sampai simpang Gladak atu di sekitaran Jalan Braga Bandung, selebihnya? Wallahua'lam. Entah siapa perancang pembangunan trotoar di Indonesia, yang dibuat hanya selebar 2 (dua) orang berjejer atau tidak lebih dari 2 (dua) meter.

Pasti akan kesusahan ketika waisatawan golongan nggeret koper harus melintasi trotoar tersebut, pasti akan sering bersenggolan dengan orang lain, kan jadi gang senggol....wkwkwk... Udah senggolan bawa koper pula, bener-bener menyiksa ketika harus melewati trotoar macam itu dan hal ini harus sedikit diubah bila ingin menarik wisatawan berbiaya rendah (low budget tourist) yang masih merupakan pangsa pasar yang besar yang harus diraih.  

  • Trotoar Yang Tidak Rata

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun