Lantas pertanyaannya apakah remaja-remaja yang nongkrong di Citayam Fashion Week ini mengenyam pendidikan ataukah mereka putus sekolah? Apakah hal ini dipikirkan oleh kalangan-kalangan Paus yang mengekploitasi mereka demi keuntungan pribadi?
Boleh jadi satu dari sepesekian dari para remaja Ciyatam Fashion Week itu memperoleh peruntungan yang baik dengan fenomena yang terjadi, namun bagaimana dengan yang lain?
Tidak disangkal bahwa sesuatu yang diduga-duga terkadang bisa membuahkan peluang, akan tetapi Penulis beri catatan bahwa hidup ini keras dek. Di kehidupan yang serba tidak pasti seperti sekarang ini terlebih bagi kalangan yang serba pas-pasan, kita tidak akan pernah tahu apakah besok bisa makan atau tidak.
Hidup ini bukan dongeng Cinderella. Kesuksesan tidak bisa diraih dengan instant, perlu penjuangan dan keringat. Mungkin adik-adik masih merasa secure karena apa-apa masih dari orangtua, namun ingat berprosesnya waktu adik-adik akan menjadi dewasa dan harus siap menghadapi realita.
Penulis harap ini menjadi perhatian pemerintah Pemda setempat menyingkapi fenomena Citayam Fashion Week. Kalau seandainya kegiatan itu ingin dijadikan wadah yang bermanfaat maka kiranya mohon tindak lanjut arahkan remaja-remaja tersebut dengan benar, jangan malah dipolitisir untuk ajang Pilpres.
Kemudian Penulis harapkan agar Pemda setempat jangan cuma berfokus pada fenomena Citayam Fashion Week saja. Mohon perhatikan juga para tuna netra yang bermunculan di CFD. Apakah tidak ada yang bisa Anda lakukan dengan membiarkan mereka mendendangkan lagu sambil berharap kasih orang-orang dermawan disana?
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H