Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Menolak E-Sports Masuk Kurikulum di Sekolah

2 Desember 2021   08:41 Diperbarui: 2 Desember 2021   08:49 666
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Bermain gim di gawai (BBC)

Contoh diatas setidaknya gambaran kecil akan bagaimana peluang kompetisi eSports bukan saja menjadi bidang baru bagi Indonesia untuk melahirkan atlit-atlit eSports profesional dan peluang (bisnis) sportainment di tanah air, melainkan pula kesempatan emas hadirnya potensi yang lain.

Dalam kaitannya perkembangan eSports di tanah air memang tumbuh berkembang dengan sering diadakannya gelaran kompetisi eSports dan semakin besarnya animo pecinta eSports dimana mayoritas para generasi milenial baik pelajar hingga mahasiswa. Hal ini tentu menjadi kabar baik bahwasanya eSports makin kemari dapat diterima oleh masyarakat luas di negeri ini, namun bukan berarti tantangan membumikan eSports di Indonesia dengan serta merta sirna.

Apa tantangan yang Penulis maksudkan salah satu diantaranya ialah tantangan akan pandangan bahwa gim hanyalah sebagai sarana hiburan (entertain).

Jika kita berbicara gim maka sejatinya mayoritas orang akan memandang hal itu sebagai kegiatan untuk mengobati rasa suntuk maupun membuang waktu. Sadar tidak disadari idiom tersebut telah lama hidup dan bercokol dalam benak pribadi terkhusus para orang tua. Dan tentu saja mengubah idiom negatif gim ini bukanlah suatu pekerjaan yang mudah.

Namun bukan berarti cara pandang individu tidak bisa diubah. Dari kebanyakan kasus dimana para orang tua dapat menerima anak mereka terjun ke ranah eSports lebih dilandasi oleh bakat dan keterampilan si anak serta bukti raihan prestasi dari bidang eSports yang anak ditekuni.

Lantas apakah dengan memasukkan eSports ke dalam kurikulum dikira mampu untuk meyakinkan anak-anaknya menekuni bidang ini?

Ini yang menjadi tantangan kedua bilamana rencana diatas benar-benar terealiasasi bahwasanya pendidikan di Indonesia ialah pendidikan yang teramat kaku.

Alasan Penulis katakan pendidikan di Indonesia teramat kaku ialah karena pendidikan di negeri ini cenderung lebih sebagai atau naungan ketika seseorang masuk ke dunia kerja.

Contoh saja, jumlah gaji yang diterima mereka yang hanya lulus SMA lebih kecil ketimbang mereka yang sarjana atau jenjang pendidikan sebagai syarat suatu profesi. Oleh karenanya mengapa orang tua berusaha menyekolahkan anak-anaknya di sekolah terbaik dan setinggi-tingginya bukan saja sebagai upaya memberikan pendidikan kepada anak melainkan pula memperbesar peluang anak agar sukses.

Sekarang kita bicara fakta di lapangan akan berapa banyak sarjana pengangguran di Indonesia, maka bisa dikatakan banyak sekali jumlahnya.

Lalu pertanyaannya adalah dalam cakupan lulusan sarjana masih memungkinkan menganggur, lantas bagaimana cara meyakinkan bahwa dengan anak-anaknya menjadi atlit eSports punya peluang masa depan yang lebih cerah?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun