Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Halo Lokal Pilihan

Proyek Ugal-ugalan Atasi Banjir Jakarta

23 November 2021   07:56 Diperbarui: 23 November 2021   07:58 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pelebaran saluran air (dokpri)

Seperti kita ketahui bersama penanganan banjir Jakarta menuai kritik. Salah satunya mengenai penempatan sumur resapan yang tidak tepat.

Dikutip dari CNN Indonesia. Pakar Hidrologi dari Universitas Padjadjaran (Unpad), Chay Asdak menyebut langkah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membuat sumur resapan untuk atasi banjir sebagai langkah yang tak efektif.

Hal itu dinilainya lantaran hanya akan menyebabkan air menjadi jenuh, ketika masuk musim penghujan. Sehingga, air kemudian akan tetap meluap.

Menurut Guru Besar Fakultas Teknologi Industri Pertanian Unpad itu, pemerintah DKI seharusnya berkolaborasi dengan daerah wilayah hulu, seperti Kota Depok, Kota Bogor dan Kabupaten Bogor untuk membuat sumur resapan di wilayah tersebut.

Hal tersebut dilakukan agar debit air yang biasanya mengalir ke DKI Jakarta dari wilayah itu, sudah diserap dahulu oleh sumur resapan.

Dengan demikian, Chay menilai sumur resapan akan lebih efektif jika dibuat di wilayah-wilayah penyangga tersebut.

Apabila Anda warga Jakarta perhatikan dalam kurun waktu 1 - 2 bulan belakangan ini mungkin akrab melihat alat berat hilir mudik di wilayah tempat Anda tinggal. Mereka bekerja pagi hingga larut malam untuk mengebut pekerjaan baik itu pembuatan sumur resapan maupun pelebaran saluran air untuk mengatasi banjir Jakarta.

Banjir di Jakarta merupakan permasalahan klasik yang kerap dihadapi calon mantan Ibukota. Setiap kali musim penghujan tiba disertai debit curah hujan yang tinggi maka tak mengherankan bilamana ada wilayah Jakarta yang tergenang air a.k.a kebanjiran, terutama warga Jakarta yang hidup di pinggir aliran kali.

Selain debit curah hujan tinggi, sebetulnya masih banyak faktor lain mengapa Jakarta kebanjiran yang katanya sudah terjadi sejak zaman baheula, seperti landscape Jakarta yang berbentuk mangkok, berada dibawah permukaan air laut, penurunan tanah (land subsidence) Jakarta terjadi setiap tahun, kurangnya lahan hijau untuk menyerap air, drainase yang buruk, hingga ketidakdisiplinan warga dengan membuang sampah sembarang ke saluran air, dan sebagainya.

Bukan berarti Pemprov DKI tak bekerja, semua cara kiranya telah dicoba namun silih berganti pemimpin Jakarta banjir masih mampir layaknya mantan minta balikan.

Mengacu pada upaya Pemprov DKI guna mengatasi banjir Jakarta sebagai warga maka Penulis apresiasi. Akan tetapi menurut pandangan Penulis langkah untuk mengatasi banjir Jakarta perlu dikerjakan dengan cermat bukan ugal-ugalan seperti sekarang ini.

Penulis berkata ugal-ugalan tentu toh bukan sembarang bicara. Berdasarkan apa yang Penulis amati di lingkungan Penulis tinggal, baik pengerjaan pelebaran saluran air maupun sumur resapan bak kapal pecah. Apa yang sudah bagus diacak-acakin seolah mencari proyek yang dapat dikerjakan selanjutnya.

Beberapa hal yang Penulis temui di lapangan :

1. Mohon maaf sebelumnya, pertama-tama Penulis mempertanyakan bagaimana Pemprov DKI dalam menseleksi kontraktor yang menjalankan proyek ini? Penulis merasa miris dengan gambaran nominal proyek yang tidak kecil ini kok sama sekali tidak ada pengawasan maupun evaluasi kinerja di lapangan. Apa dirasa cukup hanya terima laporan bahwa proyek telah selesai oleh kontraktor?

Kemudian Penulis melihat bahwa pengerjaan proyek pelebaran saluran air dan sumur resapan tidak terorganisir dengan baik. Sebagai gambaran pengerjaan pelebaran saluran air yang condong berantakan karena tidak melibatkan instansi lain semisal PLN, Telkom, PAM, dan Dinas Pertamanan.

Diakali tanpa harus menebang pohon (dokpri)
Diakali tanpa harus menebang pohon (dokpri)

Mereka mengeruk tanah guna pelebaran saluran air tanpa memperhatikan apa yang mereka keruk itu terdapat begitu banyak instalasi (listrik, air, jaringan telepon) maupun aneka pohon yang tertanam. Alhasil timbul beberapa insiden seperti dinding halaman depan rumah warga roboh hingga bocornya instalasi PAM. Kok sebegitu tidak profesionalnya ya?

2. Bukan saja berantakan dalam pengerjaan proyek, tetapi mereka juga tidak rapih dalam penyelesaian.

Sebagai gambaran setelah saluran air diperlebar maupun sumur resapan telah selesai dibuat, nampak sekali bekas-bekas pengerjaan yang seolah ditinggal begitu saja. Seperti tanah hasil galian yang dibiarkan menumpuk berantakan di pinggir jalan maupun yang mengotori jalan.

Tanah galian dibiarkan menumpuk (dokpri)
Tanah galian dibiarkan menumpuk (dokpri)

Kenapa hal ini Penulis sorot? Bukan saja sisa tanah kerukan menyebabkan debu dimana-mana, tetapi mereka bekerja disaat musim penghujan maka otomatis tanah bekas hasil kerukan tersebut dapat berbahaya bagi pengguna jalan karena menyebabkan jalanan licin. Apakah ada upaya untuk membereskan hal ini? Tidak sama sekali.

3. Proyek pengerjaan pelebaran saluran air maupun sumur resapan pun dipertanyakan yaitu apakah benar-benar efektif mengatatasi banjir?

Sebagai gambaran saja, sumur resapan. Dari Penulis amati bahwasanya sumur resapan dapat dibilang lebih kepada kubangan air saja. Faktanya ketika air hujan masuk ke sumur resapan maka air didalamnya akan mengendap didalam sumur tersebut. 

Dalam artian air tidak serta merta meresap kedalam tanah atau membutuhkan proses atau waktu yang relatif lama. 

Anda bisa bayangkan bagaimana jika Jakarta diterpa curah hujan dengan intensitas tinggi maupun hujan berhari-hari maka sumur resapan tidak berfungsi optimal atau hanya buang-buang anggaran.

Lanjut kepada pelebaran saluran air yang Penulis mempertanyakan bagaimana skemanya. Oke kita dapat mengerti dengan adanya pelebaran saluran air maka bukan saja kapasitas debit air yang tertampung didalamnya bertambah, tetapi dengan begitu mempermudah debit air yang disalurkan agar wilayah yang tergenang air dapat cepat surut.

Namun Penulis bertanya bagaimana jika kondisi debit air di kali penyangga masih penuh, maka air mau lari kemana? Karena sifat air akan mencari wilayah yang lebih rendah maka otomatis fungsi pelebaran saluran air ini hanya dapat berfungsi optimal jikalau debit air di kali mulai normal atau debit air dari hulu berkurang.

Sebagai warga Jakarta, jujur saja Penulis bertanya-tanya dengan apa yang sedang Pemprov DKI lakukan guna mengatasi banjir Jakarta saat ini. Penulis berharap Pemprov DKI tahu betul dengan apa yang dikerjakannya, jangan layaknya sakit batuk tetapi obat penyakit kulit yang dibeli. Entah apakah mereka ini memang berniat mengatasi banjir Jakarta ataukah sekadar iseng buang-buang anggaran agar terlihat sedang bekerja?

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Halo Lokal Selengkapnya
Lihat Halo Lokal Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun