Sebelum memulai topik yang ingin Penulis bahas, pertama-tama sebagaimana kita ketahui bersama Densus 88 Antiteror belum lama ini telah menangkap tiga terduga teroris yang menjadi anggota Jamaah Islamiyah atau JI.
Dikutip dari KompasTV, ketiganya terduga teroris dimaksud yakni Ustaz Farid Okbah selaku Ketua Umum Partai Dakwah Rakyat Indonesia (PDRI), Ahmad Zain An Najah yang tercatat sebagai anggota Komisi Fatwa MUI Pusat, dan Anung Al Hamad selaku pendiri lembaga bantuan hukum (LBH) Perisai Nusantara Esa.Â
Ketiganya diduga berperan dalam lembaga pendanaan organisasi teroris Jamaah Islamiyah, yakni Lembaga Amil Zakat Baitul Mal Abdurrahman Bin Auf (LAM BM ABA) serta LBH yang memberi advokasi terhadap terduga teroris melalui Perisai Nusantara Esa.
Karopenmas Divisi Humas Polri Brigjen Pol Rusdi Hartono menjelaskan, penangkapan ketiga terduga teroris ini hasil dari profiling dan pemantauan panjang yang dilakukan Densus 88.Â
Menanggapi kabar diatas Penulis mengapresiasi kinerja Densus 88 atas penangkapan para terduga teroris dan yakin bahwa Densus 88 telah bekerja secara profesional dalam upaya mengungkap jaringan teroris di Indonesia.
Namun demikian, selaku umat tak pelak pula Penulis merasa sedih dan miris manakala profesi dari seorang Ustadz lalu amanah berupa jabatan terhormat selaku pihak memberikan bimbingan dan tuntunan kepada umat Muslim khususnya justru disalahgunakan untuk sesuatu yang buruk.
Ini menjadi pembelajaran penting bahwa sejatinya jaringan teroris berkembang tidak sekadar lingkup para eksekutor penebar teror melainkan ada pula akselerator dibelakangnya, oleh karenanya mereka ini perlu ditindak segera.
Penulis cukup mengikuti perkembangan pasca penangkapan para terduga teroris yang salah satunya memiliki jabatan di MUI ini. Bilamana tidak salah ingat belum lama kabar penangkapan itu terpublikasi, tak lama berselang muncul tagar "bubarkan MUI" di salah satu kanal media sosial, lalu sehari setelahnya disusul oleh tagar "selamatkan MUI".
Pada awalnya Penulis sempat ingin membahas peristiwa tersebut, akan tetapi karena mood menulis sedang kurang dan menganggap tagar bubarkan MUI hanya ide orang kurang kerjaan maka Penulis putuskan menundanya.Â
Sampai selang beberapa hari setelahnya gaung "bubarkan MUI" ini menjadi perhatian berbagai kalangan dan dibahas oleh banyak media.
Jujur saja menanggap ide bubarkan MUI maka Penulis menolaknya dan utarakan itu sebagai ide konyol dan sesat pikir. Kenapa?
Penulis yakini pihak yang mengeluarkan ide tersebut merupakan segelintir orang yang minim ilmu dan hanya ingin membuat onar saja.
Sejatinya begini Penulis coba jelaskan. Dalam hakikatnya umat beragama yang ada di Indonesia baik itu juga di seluruh dunia memiliki lembaga atau organisasi kemasyarakatan beragama yang didaulat dan dipercaya oleh umat untuk melakukan tugas memberikan informasi, bimbingan, dan tuntunan sebagaimana ajaran keyakinan masing-masing.
Contoh di Indonesia sebut saja Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, PGI, Konferensi Waligereja Indonesia (KWI), Perwakilan Umat Buddha Indonesia (Walubi), Persatuan Umat Buddha Indonesia (Permabudhi), Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI), dan Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin).
Otomatis keberadaan mereka sangat penting bagi umat, begitupun dengan keberadaan Majelis Ulama Indonesia. Ide pembubaran MUI jelas merupakan ide tak mendasar jika hanya dipelopori oleh ditangkapnya terduga teroris yang menjadi oknum didalam lembaga tersebut.
Logisnya begini saja, diantara seluruh buah apakah karena ada satu buah busuk di pohon maka lantas pohonnya ditebang? Kurang kerjaan banget bukan, apalagi ide membubarkan MUI ini tidak jelas siapa yang mengemukakannya, para pengecut yang berkoar di kanal media sosial.
Jadi secara kesimpulannya menurut Penulis ada baiknya jangan terlalu ditanggapi ide konyol bubarkan MUI itu dan kiranya ini menjadi pembelajaran serta kewaspadaan bersama bahwasanya organisasi teroris menyusup ke segala kalangan. Di satu sisi pula persatuan dan kesatuan dalam kaitannya umat beragama di Indonesia wajib dijaga guna menangkal segala bentuk provokasi demi memecah bangsa.
Lanjut mengenai ide konyol membentuk Cyber Army untuk para ulama. Mendengar kabar itu Penulis hanya bisa geleng-geleng kepala entah apa yang ada di pikiran penggagasnya.
Oke katakanlah ide Cyber Army ini berfungsi untuk melindungi para ulama dari pemberitaan hoaks yang muncul di media sosial. Maka Penulis coba tanyakan kepada Anda, bukankah para ulama sudah Allah Swt yang menjaganya?
Toh kenapa harus dipusingkan dengan kabar hoaks di media sosial? Kenapa bukan sebaliknya semakin menggalakkan upaya mengedukasi seluruh pihak agar memiliki adab yang baik apakah itu dalam kehidupan sehari-hari begitupun (bijak) ketika menggunakan media sosial?
Kenapa sih dipusingkan dengan kabar hoaks di media sosial? Toh secara jelas dikatakan kelak di akhirat pelaku fitnah akan mempertanggungjawabkan fitnahnya dengan membayar amal perbuatan baik yang pernah dilakukan di dunia kepada orang yang difitnah. Kemudian jika amal kebaikannya telah habis untuk membayar maka dosa orang yang difitnah akan dipindahkan ke pelaku fitnah. Lantas untuk apa ujuk-ujuk buat Cyber Army segala, toh jelas Allah Maha Adil.
Jadi menurut Penulis sudahlah manusia jangan berbuat sesuatu yang tidak ada gunanya, Allah sudah menjaga mereka para ulama. Jauh lebih baik ketimbang membuang waktu untuk ide tidak berguna, bukankah lebih baik fokus agar bagaimana membentuk akhlakul karimah para umat agar menjadi pribadi yang manfaat sehingga kelak menjadi pemimpin yang amanah.
Sebagai pengakhir, Penulis sedikit mengingatkan  akan kalimat "pohon Jambu maka berbuah Jambu, pohon Durian maka berbuah Durian". Di dunia ini tidak ada yang instant, bahkan mie instant pun butuh proses.Â
Pemimpin yang amanah lahir dari rakyat yang amanah, bukan lahir dari pemimpin yang katanya amanah., pohon Durian maka berbuah Durian". Di dunia ini tidak ada yang instant, bahkan mie instant pun butuh proses. Pemimpin yang amanah lahir dari rakyat yang berahlak, bukan lahir dari pemimpin yang "katanya" amanah.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H