Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Polemik Pengadaan Laptop, Mengapa Buatan Lokal tetapi Lebih Mahal?

12 Agustus 2021   08:36 Diperbarui: 12 Agustus 2021   08:47 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi Chromebook (Techradar)

Apa yang terpenting ada transparansi didalamnya, jangan alih-alih pengadaan cuma sebagai cara untuk dapat komisi atau uang lebih dari vendor. Dan yang ribut-ribut karena tidak kebagian saja. Begini enaknya bergaul dengan beragam macam individu dengan latar belakang berbeda.

Menyangkut polemik laptop dalam negeri ini Penulis akui memang jauh lebih banyak intrik politiknya ketimbang pembahasan apa maksud tujuan serta manfaat pengadaan laptop ini. Masyarakat kita terlampau mudah terbawa arus informasi tanpa menelaah lebih lanjut. Maka dari itu pemberitaan yang masuk ada baiknya diolah lebih dahulu.

Jangan mudah percaya juga dengan apa kata influencer, belum tentu dari mereka wawasannya luas. Jangan cuma dilandasi harga laptop di marketplace lantas dengan mudah menyimpulkan. Betul laptop impor lebih murah, tapi pertanyaannya kita (Indonesia) bisa tidak membuatnya 80 s.d 90 persen produk lokal? 

Kemudian lihat seberapa besar lingkup market produsen, sudah punya nama besar belum? Kalau sebatas lingkup ekspor, banyak kok produsen tanah air yang melakukannya. Akan tetapi apa seluruh dunia tahu atau mengenalnya serta menggunakannya?

Sedikit informasi. Satu hal dalam lingkup ekspor yang namanya produsen apalagi belum punya nama pastinya akan memilih target pasar atau wilayah yang produknya berpotensi laku terlebih dahulu. Tetapi ketika produsen berkembang dan kemudian punya nama besar, itupun tidak bisa menjamin harga produknya jadi lebih murah karena balik lagi kembali kebijakan mereka.

Secara kesimpulan, gambaran polemik ini kan jadi pekerjaan rumah Indonesia nanti kedepannya. Mau sampai kapan kita dilabeli negara konsumerisme terbesar? Kapan kita mau maju dengan memproduksi hasil karya atau bisa dikatakan benar-benar produk dalam negeri? Sampai kapan kita cuma bisa bangga gunakan produk impor? Yang pekerjaan rumah terbesar tentunya ialah kita sebagai warga Indonesia turut mendukungnya tidak, dengan bangga menggunakan produk dalam negeri.

Jikalau ada politisi ribut mengenai ini, sebaiknya coba tanyakan apa kontribusinya agar Indonesia bisa buat produk teknologi yang mengharumkan nama bangsa. Lebih dari itu, paling sekadar drama sikut-sikutan rebut kekuasaan.

Penulis harap artikel ini jadi renungan bagi siapapun yang kelak memimpin dan meneruskan cita-cita bangsa ini untuk menjadi bangsa yang besar dan bukan sekadar kepingin bahkan hanya mimpi di siang bolong.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

___

Artikel terkait : Mengapa Smartphone Premium Mahal?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun