European Super League terancam gagal terealisasi. Walau demikian 2 klub tersisa yaitu Juventus dan Real Madrid tetap kukuh agar kompetisi tandingan Liga Champion itu terwujud dan menyatakan tidak takut terhadap konsekuensi sanksi yang akan diterima dari UEFA.
Diiringi oleh kecaman dan ditinggalkan oleh 10 klub pesertanya membuat agendaDan nampaknya hal itu benar adanya, sebagaimana kisruh yang diakibatkan oleh agenda Liga Super Eropa para fans Juventus dan Real Madrid bisa bernafas lega karena UEFA masih mengikutsertakan kedua klub pada kompetisi Liga Champion musim 2021/2022 dilatarbelakangi oleh ikatan kontrak berjalan antara UEFA dengan stasiun televisi dan sponsor.
Menarik disimak bahwa ide gila agenda Liga Super Eropa ini bergulir berbarengan dengan dikemukakannya format baru "The Swiss Model" Liga Champion yang menurut rencana akan diterapkan pada musim 2024/2025 mendatang.
Namun UEFA bertindak cepat dan cermat. Sebelum agenda Liga Super Eropa matang terbentuk, UEFA dengan melibatkan federasi dari 12 klub penggagas Liga Super Eropa memberikan peringatan keras baik kepada klub maupun pemain yang terlibat didalamnya agar tidak berkhianat dan terbukti bahwa gertakan UEFA itu ampuh.
Merujuk pada agenda Liga Super Eropa cukup membuat penasaran Penulis. Bukan saja pada maksud tujuan dibelakangnya, melainkan mengapa 12 klub penggagasnya sampai nekat begitu melakukannya?
Penulis melihat upaya perlawanan klub-klub yang menginisiasi kompetisi tandingan Liga Champion itu merupakan sebuah bentuk pembangkangan terhadap sejarah sepakbola.
Seperti Anda-anda ketahui, UEFA merupakan induk sepakbola benua Eropa. Dengan kata lain, mengapa sepakbola Eropa sampai berkembang dan sebesar seperti sekarang ialah berkat profesionalisme yang organisasi tersebut upayakan selama hampir 67 tahun sejak didirikan.
Bukankah hal yang sangat konyol jika ada klub di benua Eropa yang bercita-cita membuat kompetisi tandingan Liga Champion. Apakah karena mereka klub besar dengan basis fans di seluruh penjuru dunia lantas mereka bisa dengan mudahnya mengancam UEFA?
Sangat jelas disini bahwasanya ada masalah komunikasi antara UEFA dan klub penggagas Liga Super Eropa. Ada ketidakpuasan dari kepemimpinan yang sejatinya tidak dikemukakan ke publik pecinta sepakbola menyangkut kisruh yang terjadi.
Mengacu pada format baru The Swiss Model Liga Champion dimana menambah 4 dari total 36 klub peserta jadi biang keladi awal kisruh Liga Super Eropa ini terjadi.
Tak sedikit klub mengeluhkan bahwa format baru Liga Champion ini bisa mengganggu baik jadwal liga maupun kompetisi domestik yang dapat berakibat buruk bagi tim.
Kemudian 2 dari 4 klub tambahan format baru Liga Champion ini pun menimbulkan kontroversi karena klub-klub yang posisinya tidak lolos Liga Champion maupun UEFA Cup berdasarkan klasemen akhir liga domestik justru memungkinkan ikut Liga Champion didasari oleh "historic co-efficient".
Alhasil beberapa klub besar menyatakan keberatan dan menginginkan format Liga Champion kembali seperti semula. Akan tetapi keputusan UEFA nampaknya tidak bisa diganggu gugat sehingga mereka memunculkan agenda Liga Super Eropa sebagai bentuk keberatan.
Di sisi lain, alasan dibalik wacana Liga Super Eropa dilatarbelakangi oleh fans menurut Penulis sungguh tidak masuk di nalar. Penulis melihat baik format baru Liga Champion maupun Liga Super Eropa pun keduanya sama-sama tidak melibatkan apa yang diinginkan oleh para pecinta sepakbola, tetapi lebih kepada persoalan ego dan demi keuntungan semata.Â
Pandemi Covid-19 yang berkepanjangan memberikan dampak signifikan kepada klub. Pendapatan mereka baik penjualan tiket maupun merchandise berkurang, keadaan tersebut tentu tidak cukup menopang finansial klub raksasa guna mendanai keseluruhan tim.Â
Disaat mereka mengeluhkan format baru Liga Champion, kondisi berbeda dialami klub-klub kecil dimana mereka harus berjuang dengan tim seadanya dan bertahan di kondisi yang sulit seperti sekarang.
Secara kesimpulan kisruh soal Liga Super Eropa ini setidaknya membuktikan bahwa keseruan sepakbola tidak hanya ada di lapangan, melainkan pula di luar lapangan.Â
Kita nantikan saja bagaimana keterusannya, apakah kelak akan ada titik temu diantara pihak berseteru ataukah fans nantinya bisa menerima ke-12 dilarang tampil dalam jangka waktu tertentu dalam ajang kompetisi Liga Champion.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H