Sebagaimana diberitakan dalam unggahan video yang beredar, terekam aksi pengemudi Toyota Fortuner yang mengacungkan senjata layaknya koboi jalanan di Duren Sawit, Jakarta Timur. Alhasil rekaman video tersebut kemudian viral di media sosial.
Setelah ditelusuri oleh pihak berwajib, sosok pengemudi mobil bernomor polisi B 1673 yang memegang senjata tersebut berinisial MFA. Ia merupakan CEO dan Founder sebuah perusahaan peer-to-peer lending platform di Indonesia dan dikabarkan kini telah mengundurkan diri.
Kasus ini bermula dari kecelakaan antara MFA dengan pengendara motor lain di jalan. Mobil Fortuner MFA menyenggol sepeda motor yang dikendarai seorang wanita.
Bukannya mengaku bersalah dan meminta maaf, MFA malah emosi dan sampai menunjukkan pistol dan mengancam pengguna jalan lain, diketahui pistol tersebut berjenis airsoft gun.
Atas kejadian itu MFA kini ditahan oleh pihak kepolisian dan ditetapkan tersangka. Ia dijerat dengan Undang-undang (UU) Darurat Republik Indonesia Nomor 12 tahun 1951 tentang Senjata dengan ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun.
Kasus MFA ini kiranya bukanlah yang pertama kali. Insiden "koboi jalanan" serupa pernah terjadi juga sebelum-sebelumnya.
Lepas dari faktor pribadi yang hilang kendali (emosi), penyalahgunaan senjata kerap kali dipakai oleh individu untuk lepas dari tanggungjawab, seperti halnya insiden kecelakaan di jalanan.
Penulis ingat sekali kiranya 10 tahun lalu, karena hal yang serupa alhasil pihak kepolisian sampai memperketat kepemilikan senjata tak terkecuali airsoft gun dimana pemilik diwajibkan memiliki KTA (Kartu Tanda Anggota Club Menembak), SKK (Surat Keterangan Kepemilikan), serta izin kepolisian berupa Surat Pas yang musti diperbaharui secara rutin. Hal ini cukup menyulitkan bagi komunitas penggemar airsoft gun yang tidak leluasa lagi melakukan kegiatan tembak menembak (skirmish).
Kasus MFA ini pun menjadi sorotan Penulis, bukan menyangkut darimana asal airsoft gun itu melainkan mengapa seseorang masih saja berprilaku bodoh dimana kini era teknologi informasi dapat diakses dengan begitu mudahnya?
Anda-anda pembaca mungkin menyadarinya, bahwasanya ada peristiwa yang terekam secara accidentally tetapi banyak pula peristiwa yang terekam secara on the spot.
Tak sedikit pula peristiwa yang terekam tersebut menunjukkan kebodohan yang amat sangat, seperti halnya sekelompok pemuda yang melaju dengan mobil kemudian menerjang genangan air hingga menyiprat ke orang yang berada di pinggir jalan.
Lantas kenapa dengan era teknologi informasi yang sudah berkembang seperti sekarang ini orang malah seakan-akan mencari masalah yang merugikan dirinya sendiri?
Nampaknya dengan segala bentuk pengawasan yang ada disekitar kita, bahwa masih begitu banyak manusia yang berperangai buruk. Dari mereka-mereka walau dibalut pendidikan tinggi pada kenyataannya tak sedikit yang tidak paham akan adanya moral, etika, maupun hukum berlaku.
Sejatinya dalam diri manusia tersebut ada ego bahwa ia bisa berbuat semaunya tak terkecuali menindas orang lain. Pencapaian yang diraih kerap menjadikan pribadinya berbuat semena-mena, apa yang ada disekitarnya pun dijadikan alat untuk berbuat yang tidak baik.
Tentu gambaran ini menjadikan pembelajaran bagi kita semua untuk lebih mawas diri akan siapa diri kita sebenarnya, apakah diri kita ini mau menjadi contoh yang baik atau malah sosok buruk?
Orang berkata pengalaman adalah guru yang paling berharga. Dengan apa yang dialami dan prilaku buruk yang orang-orang lain lakukan semoga menjadi hal bermakna untuk memotivasi diri untuk menjadi pribadi yang baik dan manfaat. Pesan Penulis, masalah jangan dicari karena masalah akan datang dengan sendirinya. Berpikirlah terlebih dahulu sebelum bertindak.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H