Kementerian Hukum dan HAM memastikan lembaga tersebut akan objektif menilai terkait kisruh yang terjadi di kepengurusan Partai Demokrat.
"Kami objektif menilainya dan tunggu saja hasilnya," kata Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly, melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Selasa.
Pada kesempatan itu, Laoly juga menyarankan pengurus Partai Demokrat jangan sembarang menuding pemerintah.
"Saya pesan kepada salah seorang pengurus Demokrat. Saya pesan tolong Pak SBY jangan tuding-tuding pemerintah hasil KLB (Partai) Demokrat di Deli Serdang," ujar menteri yang juga kader PDI Perjuangan itu. - Antaranews
Kiranya diatas merupakan pesan tegas dari Menkumham Yasonna Laoly menindaklanjuti laporan yang ia terima dari kubu Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) atas keberatannya terhadap pelaksanaan Kongres Luar Biasa (KLB) Demokrat di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3).
Sebagaimana diketahui pada Senin, 8 Maret 2021 AHY didampingi oleh pengurus DPP dan 34 Dewan Pimpinan Daerah (DPD) hingga DPC se-Indonesia menyambangi kantor Kemenkumham guna menyerahkan bukti-bukti tidah sahnya KLB Deli Serdang, salah satunya adalah bukti pengesahan Anggaran Dasar dan Rumah Tangga Demokrat yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM pada 2020.
Kisruh internal Partai Demokrat antara kubu AHY dan kubu Moeldoko ini seolah bermuara di Kemenkumham selaku institusi yang berwenang mengesahkan legalitas kepengurusan partai politik berdasarkan Permenkumham Nomor 34 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pendaftaran Pendirian Badan Hukum, Perubahan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga, Serta Perubahan Kepengurusan Partai Politik.
Konflik yang terjadi dalam Partai Demokrat secara tidak langsung menimbulkan keresahan akan posisi Kemenkumham sebagai penengah dari kisruh internal partai. Jabatan Menkumham yang sejatinya dipilih dari orang partai memunculkan kekhawatiran keberpihakan pada salah satu pihak yang bertikai maupun disusupi intrik politik untuk menjatuhkan partai.
Kisruh internal partai kiranya bukan hal baru dalam ranah politik tanah air dan sengketa partai politik berulangkali berakhir di Kemenkumham, sebagai contoh Partai Golkar kubu Agung Laksono dengan kubu Abu Rizal Bakrie, Partai Persatuan Pembangunan kubu Djan Faridz dengan kubu Romahurmuziy, dan sebagainya.
Lalu seandainya Kemenkumham mengesahkan kubu Moeldoko seperti perkiraan para pengamat, lantas apa yang terjadi?
Hukum diatas segalanya, andaikan hal tersebut terjadi maka mau tidak mau kubu AHY harus menerimanya atau justru melakukan perlawanan terhadap putusan Kemenkumham melalui gugatan ke pengadilan. Dengan kata lain, karier politik AHY sedang berada di ujung tanduk.