Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Ironi Pasien OTG Covid-19, Siapa yang Akan Menghidupi Kami, Pak?

7 Oktober 2020   09:05 Diperbarui: 7 Oktober 2020   19:47 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagaimana diketahui Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memperbolehkan warga untuk isolasi mandiri dengan syarat tertentu. Padahal sebelumnya Pemprov DKI berniat menghapuskan isolasi mandiri agar pasien (Orang Tanpa Gejala) tidak berkeliaran saat isolasi.

Namun menurut epidemiolog bahwasamya kebijakan isolasi mandiri di rumah bagi pasien OTG dinilai tidak efektif dalam mencegah penularan Covid-19, bahkan berkontribusi besar dalam menciptakan klaster dalam lingkup besar.

Berdasarkan data kasus pasien covid-19 dari Kementerian Kesehatan RI pada tanggal 6 Oktober 2020 sampai dengan pukul 12.00 WIB, total jumlah penambahan kasus pasien positif di DKI Jakarta masih jadi penyumbang tertinggi di antara provinsi lain yaitu mencapai 1.007 orang. Sehingga akumulasi total kasus positif di DKI Jakarta sebanyak 81.043 kasus.

Lepas dari pro kontra apakah baiknya pasien OTG isolasi mandiri di rumah atau tidak, memang di satu sisi keputusan Pemprov DKI dapat dipandang ibarat buah simalakama.

Membiarkan pasien OTG isolasi mandiri di rumah memungkinkan penyebaran virus Covid-19 yang lebih luas akibat minimnya pengawasan. Sedangkan "mengurung" pasien OTG di suatu tempat khusus maka terkendala oleh keterbatasan anggaran, jumlah fasilitas dan tenaga medis yang tersedia.

Lantas sebenarnya seperti apa sih gambaran menjadi pasien OTG Covid-19?

Penulis akan memberikan gambaran kecil akan bagaimana nasib mereka para OTG atau salah satu dari anggota keluarganya yang divonis Covid-19 di suatu wilayah di Jakarta Utara.

Bagi mereka yang berstatus OTG maupun ada anggota keluarganya divonis Covid-19 diantaranya dimintai untuk tidak meninggalkan tempat tinggal mereka. Kemudian pengurus RT/RW setempat berkoordinasi dengan pihak Kecamatan, Kelurahan, Puskesmas, maupun tim penanganan Covid untuk mendata dan mengawasinya. Tak lupa pengurus RW/RT juga meminta partisipasi warga sekitar untuk turut memberikan bantuan kepada pasien, semisal penyediaan makanan sehari-hari.

Akan tetapi tunggu dahulu, apa yang Penulis jabarkan diatas itu merupakan gambaran bagi mereka pasien OTG yang kebetulan hidup di wilayah dimana pengurus RT/RW-nya aktif dan warga sekitarnya ekonomi golongan atas dan mengapa alasan mereka mampu melakukannya sesuai prosedur ketika ada pasien OTG maupun positif Covid-19 di wilayahnya.

Lantas pertanyaannya bagaimana bagi mereka pasien OTG yang sebelumnya mohon maaf tidak mampu atau hidup dimana warga sekitar tingkat  ekonominya rendah?

Mohon maaf sekali lagi, jangan harapkan segala bentuk perhatian diatas akan mereka dapatkan. Sejatinya pihak Kecamatan, Kelurahan, Puskesmas, maupun tim penanganan Covid, hingga pengurus RT/RW dan warga sekitar tahu keberadaan mereka, akan tetapi jangan mimpikan adanya pengawasan bahkan bantuan saja tidak sampai ke tempat mereka tinggal.

Bahwasanya ada sejumlah pasien OTG yang menjalani isolasi mandiri di berbagai daerah yang menceritakan bagaimana mereka dapat keluar kamar bahkan keluar rumah dengan leluasa maka hal itu tidak dapat disangkal.

Pertanyaannya sederhana, siapa yang akan membiayai dan mengurusi segala kebutuhan mereka (pasien) saat isolasi mandiri? Andaikan anggota keluarganya yang OTG atau terjangkit virus merupakan tulang punggung keluarga, bagaimana? Apakah saudara mereka yang akan mengurusnya? Kalau ada. Kalau semisal di luar daerah, bagaimana? 

Apakah Anda ataukah pemerintah? Yakin Anda maupun pemerintah mampu? Lantas sampai kapan? Apa cukup hanya dua minggu sampai pasien terkonfirmasi negatif Covid? Ya, kalau hanya dua minggu, kalau lebih?

Secara nalar mengenai pasien OTG ini memang serba sulit keadaannya. Sekarang Anda mau mengharapkan siapa lagi kalau dalam bentuk pengawasan saja kepada mereka minim. 

Jangankan mengharapkan perhatian sekitar. Aduh mohon maaf untuk kota metropolitan seperti Jakarta mayoritas rasa kepeduliannya sangat kurang dan sifat individualis tinggi, tak usah warganya (kenal tetangga saja sudah bersyukur), pemerintah daerahnya pun tidak tahu apa-apa untuk melakukan yang terbaik untuk warganya.

Kalau Anda bertanya bahwa mengatasi pandemi Covid-19 ini apakah sulit? Mohon maaf, untuk wilayah Jakarta dengan keadaan yang ada maka lebih tepatnya sangat sulit. Yang kita hadapi sekarang ini bukan hanya menyoal "keterbatasan". 

Jadi sekiranya saran Penulis jikalau Anda-anda yang masih hidup enak dan nyaman, berhentilah basa-basi soal pandemi ini. Cobalah lebih banyak diam kemudian bantulah mereka yang membutuhkan pertolongan, berbuatlah yang terbaik untuk sekitar.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun