Beberapa lama lalu, jagat maya dihebohkan dengan konten dari jurnalis berikut presenter kondang Najwa Shihab yang mewawancarai kursi kosong sebagai representasi sosok Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto dalam program Mata Najwa.
Dalam konten berdurasi singkat tersebut Najwa Shihab seolah bertanya kepada Menkes Terawan prihal penanganan dan situasi pandemi di Indonesia maupun apa yang terjadi di dunia.
Sontak masyarakat ramai membicarakan kemana Menkes Terawan saat pandemi berlangsung, mengapa ia jarang hadir di hadapan awak media maupun publik.Â
Pihak Kemenkes pun angkat bicara mengenai tidak hadirnya Menkes Terawan dalam program Mata Najwa pada Senin (28/9/2020) malam. Melalui Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes RI Widyawati memastikan kondisi dan keadaan Menkes Terawan dalam kondisi sehat dan pada waktunya nanti Menkes akan menjelaskan semua kepada publik.
Wawancara Najwa Shihab boleh jadi mewakili kegusaran publik yang lelah terhadap pandemi dan mempertanyakan kemana pihak yang seharusnya tampil di hadapan publik menjelaskan apa yang terjadi. Menurutnya tidak ada sosok yang lebih tepat selain Menkes Terawan untuk menyampaikannya.
Lepas dari pro kontra konten tersebut, yang menjadi pertanyaan apakah ada peraturan yang mengharuskan pejabat negara hadir dalam undangan program talkshow?
Kita tahu tentunya bahwa sebagai pejabat negara memang tidak lepas dari kesibukan tugas dan tanggungjawab, apalagi di masa pandemi ini. Dengan kata lain, bisa jadi Menkes Terawan punya alasan pribadi mengapa ia tidak menghadiri undangan Najwa Shihab dalam programnya.
Apa yang diungkapkan oleh Najwa Shibab boleh jadi benar ia wewakili keingintahuan masyarakat prihal penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia. Namun hal itu menjadi pertanyaan, apakah program Mata Najwa merupakan satu-satunya kanal atau media untuk menjelaskan semua hal?
Kalaupun Menkes Terawan tidak bisa hadir maka mengapa tidak berupaya menghampiri untuk mencari tahu atau mendatangkan narasumber lain? Bukankah selayaknya pengarah program punya cadangan jika nara sumbernya tidak atau berhalangan hadir?
Mengapa bangku kosong tersebut justru seolah-olah menjadi bentuk pelampiasan dari kekesalan Menkes Terawan yang kerap absen ketika di undang maupun bentuk mencari kesalahan pihak dimaksud.
Pasca ramainya konten Najwa Shihab yang mempertanyakan sosok Menkes Terawan, tiba-tiba munculah petisi online yang meminta Presiden Joko Widodo untuk mencopot Menkes Terawan dan memilih ahli yang lebih kompeten sebagai Menkes.
Petisi tersebut menyebutkan bahwa sasus baru dan aktif Covid-19 terus bertambah setiap harinya. Bahkan angka peningkatan kasus baru dan korban meninggal harian di Indonesia ada di urutan kedua dunia serta angka kematian tenaga kesehatan cukup tinggi. Menkes Terawan dinilai telah gagal dalam menangani pandemi di Indonesia.
Menanggapi petisi diatas Penulis hanya bisa mengerenyitkan dahi. Dalam benak Penulis bertanya-tanya memangnya Menkes Terawan itu siapa sih? Bukankah ia sejatinya manusia.
Lantas jikalau diminta untuk diganti dengan sosok kompeten guna mengatasi pandemi, mengapa tidak minta diganti dengan Tuhan saja sekalian?
Bukan bermaksud membela. Kita kiranya perlu ingat bahwa pandemi Covid-19 ini adalah sesuatu yang baru bagi umat manusia. Selain tingkat penularannya tinggi serta ada resiko kematian yang ditimbulkannya, pandemi Covid-19 mampu mengubah cara hidup manusia.
Seluruh penjuru dunia sedang bersama-sama menghadapinya dan tiap negara punya langkah masing-masing menanganinya. Lantas apakah ada jaminan bahwa setiap langkah yang diambil mampu menyelesaikan pandemi di wilayahnya? Kiranya tidak dan tidak ada jaminan kalau langkah itu efektif.
Lantas apakah negara-negara yang berhasil menyelesaikan pandemi kemudian langkahnya tersebut diikuti Indonesia maka pandemi di negeri ini juga turut ikut selesai? Rasa-rasanya juga tidak.
Secara nalar dari segi geografis Indonesia berbeda, jumlah penduduk berbeda, tingkat ekonominya berbeda, jumlah fasilitas dan tenaga medisnya berbeda, karakteristik masyarakatnya pun berbeda. Dengan segala tantangan tersebut apa kiranya elok membebankan kepada hanya seorang?Â
Alangkah lucu bukan musibah justru jadi momentum mencari-cari kesalahan orang, kalau Anda sanggup mengapa tidak Anda saja yang menggantikan atau buatlah sayembara berhadiah bagi yang mampu menyelesaikan pandemi Covid-19 di Indonesia.
Mengapa kita tidak berusaha mawas diri bahwasanya musibah pandemi ini kita rasakan bersama-sama dan menjadi tanggungjawab bersama-sama pula. Bukan hanya kepada pemerintah tetapi kepada masing-masing individu di negeri ini memiliki andil dalam upaya menyelesaikannya. Jangan sekadar ingin, jangan apa-apa langsung minta diganti, tetapi ikutlah serta berpartisipasi agar bagaimana pandemi Covid-19 ini segera usai. Allah ta'ala sedang menunjukkan kuasaNya dan segala sesuatu atas kehendakNya.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H