Sebagaimana diinformasikan, Kementerian Perindustrian mewacanakan relaksasi pajak nol persen atau pembebasan pajak untuk mobil baru.
Wacana ini diawali oleh Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang Kartasasmita yang meminta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meringankan pajak mobil baru nol persen sampai Desember 2020.
Tujuan dari pembebasan pajak pembelian mobil baru yaitu untuk mendongkrak daya beli masyarakat agar dapat memulihkan penjualan produk otomotif yang turun signifikan imbas pandemi Covid-19.
Diantara alasan lainnya, bahwasanya industri manufaktur khususnya otomotif punya pengaruh luas, seperti penyerapan tenaga kerja yang besar hingga dapat memberdayakan pelaku usaha lainnya, semisal showroom mobil, bengkel mobil, toko sparepart, dan lain sebagainya.
Mengacu pada kondisi diatas, sekilas wacana akan pembebasan pajak mobil baru ini punya misi baik yaitu kemaslahatan para pekerja baik di lingkup maupun berkaitan dengan bidang otomotif serta menggerakkan roda perekonomian.
Namun wacana pembebasan pajak membeli mobil baru ini tidak lepas dari pertanyaan apakah murni ide pemerintah ataukah ada kepentingan dengan kata lain ada request dari ownership perusahaan-perusahaan otomotif?
Secara nalar masyarakat awam kiranya tahu bahwa ketika bisnis tidak berjalan dengan baik dimana cost lebih besar dari income maka sebuah perusahaan dalam kondisi tidak sehat dan memungkinkan collapse gulung tikar. Opsi yang memungkinkan yaitu mengurangi cost dengan melakukan efisiensi dimana salah satunya mem-PHK karyawan.
Gambaran diatas menjadi sesuatu yang dihindari karena kondisi masyarakat pada umumnya sedang sulit akibat pandemi Covid-19 yang berkepanjangan. Dengan bertambahnya pengangguran maka sama dengan menambah beban pemerintah.
Merujuk dampak panjang yang mungkin terjadi diatas, wacana bebas pajak membeli mobil baru ini menimbulkan pertanyaan apakah wacana relaksasi ekonomi ini tepat?
Seperti kita ketahui, ekonomi Indonesia sedang sulit imbas pandemi dan bahkan dikatakan diambang resesi. Mengacu pada keadaan tersebut, Penulis bertanya-tanya apakah masyarakat pada umumnya akan tertarik membeli mobil di situasi seperti sekarang?
Mungkin saja harga mobil baru akan mengalami penurunan dan itu dinilai menjadi daya tarik masyarakat untuk membelinya. Hanya saja menurut penilaian Penulis hal itu bisa terjadi bagi kalangan masyarakat ekonomi mampu yaitu mereka yang memiliki saving keuangan lebih.
Secara nalar mereka-merekalah yang sangat memungkinkan menikmati andai wacana bebas pajak mobil baru ini direalisasikan dan menurut Penulis itu wajar dan dapat dimaklumi.
Apakah ini berarti keberpihakan? Tentu tidak. Karena kiranya tidak ada larangan untuk membeli mobil baru kepada siapapun. Bagi Anda yang ekonomi pas-pasan memaksakan diri untuk membeli mobil baru maka dipersilahkan dan sah-sah saja.
Apakah wacana bebas pajak membeli mobil baru ini dapat menyelamatkan perusahan otomotif dan mampu menggerakkan roda perekonomian dikala pandemi? Kiranya ini perlu dikaji lebih lanjut.
Bagaimana jika wacana bebas pajak membeli mobil baru ini tidak sesuai harapan? Anda tak perlu khawatir, biarlah pemerintah yang memikirkannya.
Mungkin yang menjadi catatan yaitu komitmen pemerintah dan para ownership perusahaan-perusahaan otomotif dalam upaya mempertahankan perekonomian Indonesia agar tidak collapse.Â
Jangan sampai alih-alih wacana ini hanya ibarat parasut bagi kalangan tertentu untuk menyelamatkan diri dari kerugian dan kebangkrutan. Kemudian mereka lari keluar negeri layaknya bahtera Nuh.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H