Menanggapi hal tersebut, Penulis tidak kuasa mengatakan bahwasanya manusia memang dapat berpikiran secara liar. Mereka yang tidak mampu mengontrol emosinya kerap kali membentuk persepsi yang ia bentuk sendiri dan kemudian berusaha mempengaruhi orang lain serta tidak berpikir panjang dengan apa yang telah diperbuatnya.
Tentu siapapun individu wajib waspada dan tidak mudah terpancing oleh hasutan yang dapat memecah belah umat maupun merugikan diri pribadi maupun sekitar dengan mempermainkan SARA sebagai kedok. Kita harus sadar bilamana terpecah belah maka bencana yang hanya akan menghampiri negeri ini dan menjadi kerugian bersama.
Kita pun perlu ingat dan ketahui dalam cakupan orang awam bahwa ada batasan yang tidak bisa publik jamah prihal penyelidikan maupun penyidikan suatu kasus dimana itu menjadi wewenang dari aparat berwajib. Kita harus percaya bahwa aparat dapat berkerja secara profesional dan netral dalam mengungkap kasus agar ada titik terang sebenar-benarnya.
Ini pula menjadi peringatan dan pekerjaan rumah baik kepada pemerintah maupun instansi penegakan hukum di Indonesia bahwa tak sedikit masyarakat yang bersikap skeptis dan antipati terhadap proses penegakan hukum di Indonesia. Jika hal ini tidak menjadi perhatian utama pemerintah maka niscaya bangsa ini akan hidup layaknya di hutan rimba.
Fokus utama dari insiden diatas bahwa pentingnya peran serta para ulama dan pemuka agama agar dapat mengimbau umat agar tidak mudah terprovokasi yang mengundang perpecahan dan agar menjaga hubungan harmonis antar umat beragama serta meningkatkan kualitas keimanan berikut ibadah guna menjadikan tameng bagi umat dalam mengontrol dirinya. Semoga Allah ta'ala senantiasa menjaga dan melindungi bangsa ini.
Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H