Beberapa waktu lalu terjadi aksi penusukan yang menimpa salah satu ulama kondang di Indonesia yaitu Syekh Ali Jaber saat sedang mengisi sebuah kajian di Masjid Falahuddin, Tamin, Tanjung Karang, Bandar Lampung. Pelaku seorang pemuda berinisial AA (24 tahun) berlari ke panggung dan menyerang Syekh Ali Jaber dengan sebilah pisau.
Melalui keterangan Syekh Ali Jaber, saat pelaku menyerangnya ia sempat menengok ke arah pelaku dan sempat merespon dengan mengangkat tangan. Akibat insiden itu, Syekh Ali Jaber mendapat luka tikam pada bagian bahu kanannya. Kemudian jamaah langsung mengamankan dan menangkap pelaku.
Sontak insiden tersebut membuat geger publik. Aksi nekat AA menyerang ulama tidak hanya dianggap tercela, akan tetapi memancing pula amarah umat Islam di Indonesia. Aparat berwajib pun diminta publik mengusut tuntas insiden itu, apakah murni tindak kriminal ataukah ada motif serta keterkaitan aktor lain dibelakangnya.
Dari hasil penelusuran Polisi, pelaku AA melakukan aksinya sendiri dan kini ia akan segera menjalani proses hukum atas tindakannya itu.
Selang berapa lama dari aksi penusukan yang menimpa Syekh Ali Jaber. Publik kembali dikejutkan dengan aksi vandalisme yang terjadi di Musholla Darussalam, Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang.
Seorang pemuda berinisial S (18 tahun) melakukan aksi tak terpuji dengan mencorat coret musholla dengan nada provokatif, melakukan perusakan, menggunting sajadah, dan merobek Al Qur'an. Dari hasil olah TKP, pemeriksaan saksi-saksi, dan alat bukti yang ada pelaku S yang tinggal tidak jauh dari Musholla segera diamankan oleh petugas. Hingga kini Polisi masih mendalami motif pelaku guna penyelidikan hingga proses hukum selesai.
Entah apa yang terjadi, tetapi yang pasti sungguh sangat sulit mendalami pikiran para pelaku. Melakukan perbuatan yang diindikasikan sebagai upaya pembunuhan serta memprovokasi dengan merusak tempat ibadah merupakan tindakan yang tidak masuk diakal.
Dengan dua insiden diatas, tentu ini bukan saja sebuah petanda atau bentuk peringatan bagi umat Islam semata, tetapi juga bagi umat beragama lain di Indonesia bahwasanya ada pihak-pihak yang bermain api dimana dengan sengaja ingin menimbulkan kekacauan agar situasi tidak kondusif.
Dalam lingkup insiden diatas pelaku telah menimbulkan untrust kepada pihak kepolisian. Bahwa diluar sana, tak sedikit publik yang berpikiran miring terhadap profesionalisme tugas sebagai Polisi untuk mengungkap kasus dan mencari tahu motif pelaku.
Beberapa menganggap Polisi tidak akan berpihak kepada umat dan membiarkan insiden tersebut tanpa penyelidikan lebih dalam atau apa adanya.
Tak sedikit pula publik yang berpikiran nyeleneh tanpa dilandasi bukti bahwasanya insiden yang dilakukan pelaku dikarenakan adanya perintah atau ada indikasi keterlibatan aktor dibelakangnya.