Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Andai Indonesia Bukan Dijajah Belanda

11 Agustus 2020   10:49 Diperbarui: 17 Agustus 2020   23:08 389
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bendera Indonesia (Tribunnews)

Tepat tanggal 17 Agustus nanti, bangsa dan seluruh warga Indonesia merayakan Hari Kemerdekaannya yang kini telah berusia 75 tahun. Berdasarkan informasi perayaan yang sediakalanya diadakan upacara bendera di Istana Merdeka yang dihadiri oleh para pejabat dan tamu kehormatan, karena pandemi Covid-19 masih berlangsung maka kini dialihkan menjadi upacara bendera secara virtual.

Berkaca dari manusia, usia 75 tahun bisa dikatakan usia sudah banyak bonusnya. Tatkala di umur segitu, manusia ibarat sudah makan garam kehidupan.

Demikian pula bangsa Indonesia, untuk sampai dapat mencapai kebebasan yang kita rasakan sekarang ini tidaklah mudah. Para pahlawan Indonesia tak hanya sekadar bermodal keringat berjuang hingga titik darah penghabisan, tetapi mereka pun rela berkorban nyawa agar Indonesia merdeka.

Bapak Proklamasi Indonesia Bung Karno pernah berkata, "bangsa yang besar adalah bangsa yang tidak pernah melupakan sejarah bangsanya sendiri dan bangsa yang menghormati jasa pahlawannya".

Sebuah pesan pengingat untuk generasi penerus bangsa ini agar selalu bersyukurnya atas rahmat karuniaNya bahwa Indonesia telah merdeka dan tidak menyia-nyiakan kesempatan terus berjuang untuk membangun dan memberikan yang terbaik bagi Indonesia.

Lepas dari cita-cita bangsa Indonesia menjadi negara maju dan berkembang bisa dibilang selama 75 tahun negeri ini merdeka memang telah mengalami banyak perubahan. Namun bukan berarti kesemua pencapaian itu tanpa kendala, karena permasalahan klasik seperti kemiskinan dan kebodohan masih marak kita temui.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) per Maret 2019 lalu mencatat 25,14 juta jiwa atau 9,41 persen dari total 260 juta penduduk Indonesia masih hidup dibawah garis kemiskinan. Jumlah tersebut kemungkinan besar bertambah di tahun 2020 ini seiring pelemahan ekonomi imbas dari pandemi Covid-19.

Sedangkan permasalahan kebodohan, masih begitu banyak generasi penerus bangsa ini yang harus putus sekolah baik itu karena faktor masalah ekonomi sampai kepada melakukan tindak kriminal.

Kerap kali permasalahan-permasalahan yang Indonesia hadapi ini menjadi buah bibir di masyarakat, tak sedikit menanggapi cikal bakal permasalahan negeri ini disebabkan oleh masa lalu atau akar mula sejarah bangsa ini yang dijajah oleh negeri Belanda dan Jepang.

Tak sedikit warga yang berandai-andai bilamana bangsa Indonesia dahulu tidak dijajah oleh Belanda semisalkan Inggris maka mungkin Indonesia akan jauh lebih maju berkembang layaknya Australia, Malaysia, Singapura, dan negara jajahan Inggris lainnya.

Lantas benarkah pemikiran di siang bolong tersebut? Apakah betul Indonesia akan lebih baik bilamana bukan dijajah Belanda maupun Jepang?

Merujuk kepada makna dari kata penjajahan adalah proses untuk menguasai suatu wilayah. Dalam konteks negara menjajah yang dimaksudkan ialah dimana suatu koloni menginvasi koloni di suatu wilayah dengan tujuan berkuasa, apakah itu untuk membentuk pemerintahan, mengambil sumber daya, dan lain sebagainya.

Dalam proses menginvasi sebuah wilayah tidak ada istilah mudah, butuh kekuatan, butuh tekanan, butuh strategi agar dapat menang. Dengan kata lain, tidak ada istilah yang namanya penjajahan itu enak. Sejarah mencatat penjajahan suatu wilayah selalu diikuti dengan penindasan.

Lalu pertanyaannya apa yang membedakannya. Mengapa nasib Indonesia berbeda halnya dengan negera-negara maju jajahan Inggris?

Apa yang membedakan permasalahannya bukan kepada siapa atau negara mana yang menjajah, melainkan komitmen dari masing-masing negara setelah mereka meraih kemerdekaan.

Ketika suatu negara merdeka, ada proses pembelajaran dari derita yang mereka alami ketika dijajah bahwasanya setelah merdeka maka mereka akan berusaha menjadi sebuah bangsa yang maju dan besar, bangsa yang dapat mandiri, bangsa yang dapat menentukan nasibnya sendiri, dan bangsa yang adil dan dapat mensejahterakan rakyatnya.

Keinginan tersebut bukan sekadar cita-cita atau sekadar janji di mulut, tetapi sebuah tekad kuat dibarengi oleh usaha untuk merealisasikannya.

Lantas pertanyaannya, apakah selama 75 tahun negeri ini merdeka kita sudah melakukan itu semua? Karena bilamana dipikir seksama bangsa ini bukan berpikir untuk maju melainkan negeri ini hidup dibayang-bayangi oleh kelamnya masa lalu.

Indonesia kerap kali mengingat sejarah bukan sebagai pembelajaran untuk menjadi negara maju, tetapi untuk mengorek-ngorek kejelekan masa lalu yang digunakan untuk menjegal bangsa ini dan sebab mengapa Indonesia kerap kali tertinggal dibandingkan negara maju lainnya.

Jadi pada intinya permasalahan utama bangsa ini kenapa tidak maju-maju bukan kepada negara mana yang menjajah Indonesia, tetapi kepada pola pikir kita sebagai bangsa Indonesia. 

Apakah kita sebagai bangsa yang merdeka ataukah kita hanya berpura-pura sudah merdeka. Semoga momentum 75 tahun Indonesia merdeka menjadikan sarana agar bangsa ini tidak hidup bak layaknya kalimat katak dalam tempurung, menjadikan momentum kemerdekaan sebagai batu lompatan meraih mimpi para pahlawan berjuang meraih kemerdekaan.

Demikian artikel Penulis. Mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi.Terima kasih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun