Tentu ini akan menjadi masalah baru dimana penambahan rombongan belajar per kelas tersebut tidak sebanding dengan jumlah calon siswa atau peminat.
Kemudian bagaimana jika dalam satu RW tidak ada sekolah negeri sesuai jenjang calon siswa tuju, semisal dalam satu RW hanya terdapat satu sekolah SMP negeri sedangkan calon siswa merupakan anak yang ingin masuk jenjang SMA?
Lantas apa solusi akhir dari karut marut PPDB DKI Jakarta 2020, apakah menuntut Kepala Disdik DKI Jakarta mundur bisa menjadi solusi dari masalah yang timbul ini? Rasa-rasanya tidak.
Bagi Penulis pribadi inti permasalahan yang ada dari karut marut PPDB kali ini ialah ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta.
Persepsi akan sekolah swasta dimana membutuhkan biaya besar menimbulkan keengganan di kalangan orang tua sehingga menginginkan bagaimanapun anak mereka agar dapat masuk ke sekolah negeri.
Perubahan sistem PPDB DKI Jakarta 2020 secara mendadak dan tidak dikaji dengan baik otomatis mempersempit kesempatan calon murid maupun ekspektasi para orang tua agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah negeri.
Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi ranah pendidikan di Indonesia khususnya para pemangku kebijakan yaitu bagaimana agar pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh kalangan dan sistem pendidikan yang berlaku dapat berlangsung secara adil.
Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H