Sebagaimana kita ketahui bersama, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) DKI Jakarta dikeluhkan oleh para orang tua murid dikarenakan berubahnya penerimaan calon siswa yang kini menerapkan sistem zonasi berdasarkan usia.
Sejumlah orang tua murid mendapatkan anaknya gagal atau tidak dapat mendaftar ke sekolah negeri yang dituju disebabkan tidak memenuhi syarat usia walaupun secara prestasi atau nilai dikategorikan baik dan tinggal di wilayah sekitaran sekolah.
Guna mengantisipasi kemungkinan terburuk maka orang tua murid pun menyiapkan strategi cadangan bilamana anak mereka tidak diterima di sekolah negeri melalui jalur PPDB DKI Jakarta 2020, diantaranya memilih alternatif sekolah swasta maupun menunggu jadwal PPDB DKI tahun berikutnya.
Hal serupa dikeluhkan oleh kerabat Penulis yang sedang mengurus anaknya masuk ke jenjang SMA. PPDB DKI Jakarta 2020 kali ini dinilai kian menyulitkan para orang tua pasca diberlakukannya Pembelajaran Jarak Jauh akibat pandemi Covid-19.
Beberapa poin PPDB DKI Jakarta 2020 dipandang diskriminatif dikarenakan peluang anak yang berusia lebih muda dari persyaratan agar dapat diterima di sekolah negeri lebih kecil.
Kemudian PPDB DKI Jakarta 2020 yang memprioritaskan calon siswa usia lebih tua lolos seleksi sekolah negeri, hal ini kiranya juga memungkinkan semakin mempersulit bagi orang tua kalangan ekonomi tidak mampu untuk menyekolahkan anak mereka di sekolah negeri.
Alhasil kerabat Penulis mau tidak mau mengambil opsi untuk mendaftarkan anaknya di sekolah swasta. Ia khawatir bilamana anaknya menunggu PPDB tahun berikutnya dan sistem penerimaan calon siswa kemudian diubah kembali menjadikan persoalan baru baginya maupun anak.
Menanggapi tingginya minat masyarakat agar anaknya dapat masuk ke sekolah negeri dan banyaknya calon siswa yang berhasil lolos dalam seleksi zonasi PPDB berdasarkan usia maka Pemprov DKI melalui Dinas Pendidikan membuka jalur baru yang dinamakan jalur zonasi Bina RW Sekolah dengan upaya menambah jumlah rombongan belajar per kelas di setiap sekolah dari 36 siswa menjadi 40 siswa.
Jalur baru PPDB yang rencana akan dilaksanakan 4 Juli 2020 ini sama dengan sistem zonasi sebelumnya, hanya saja jalur zonasi Bina RW Sekolah cakupannya diperkecil dimana hanya diperuntukkan bagi calon siswa yang tempat tinggalnya masih satu RW dengan sekolah, dikhususkan bagi siswa lulusan 2020, dan dikatakan tidak akan mempengaruhi kuota PPDB jalur prestasi.
Namun jalur PPDB baru ini pun tidak lepas dari keluhan para orang tua. Sebagaimana penambahan rombongan belajar per kelas ditambah maka dalam artian besaran kuota dari jalur Bina RW tergantung berapa banyak sekolah dalam satu RW.
Pertanyaannya bagaimana bilamana dalam satu wilayah satu RW itu hanya terdapat satu sekolah negeri, sedangkan calon siswa yang mengantri begitu banyak?
Tentu ini akan menjadi masalah baru dimana penambahan rombongan belajar per kelas tersebut tidak sebanding dengan jumlah calon siswa atau peminat.
Kemudian bagaimana jika dalam satu RW tidak ada sekolah negeri sesuai jenjang calon siswa tuju, semisal dalam satu RW hanya terdapat satu sekolah SMP negeri sedangkan calon siswa merupakan anak yang ingin masuk jenjang SMA?
Lantas apa solusi akhir dari karut marut PPDB DKI Jakarta 2020, apakah menuntut Kepala Disdik DKI Jakarta mundur bisa menjadi solusi dari masalah yang timbul ini? Rasa-rasanya tidak.
Bagi Penulis pribadi inti permasalahan yang ada dari karut marut PPDB kali ini ialah ketimpangan antara sekolah negeri dan swasta.
Persepsi akan sekolah swasta dimana membutuhkan biaya besar menimbulkan keengganan di kalangan orang tua sehingga menginginkan bagaimanapun anak mereka agar dapat masuk ke sekolah negeri.
Perubahan sistem PPDB DKI Jakarta 2020 secara mendadak dan tidak dikaji dengan baik otomatis mempersempit kesempatan calon murid maupun ekspektasi para orang tua agar anaknya dapat melanjutkan pendidikan di sekolah negeri.
Tentu ini menjadi pekerjaan rumah bagi ranah pendidikan di Indonesia khususnya para pemangku kebijakan yaitu bagaimana agar pendidikan dapat dirasakan oleh seluruh kalangan dan sistem pendidikan yang berlaku dapat berlangsung secara adil.
Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H