Dikutip dari laman Kompas.com. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan kepada generasi milenial bahwa China memberikan pengaruh yang besar terhadap perekonomian global, termasuk Indonesia. Begitu pula dengan Amerika Serikat (AS), juga memberikan pengaruh lebih besar."Ekonomi Tiongkok ini hampir 18 persen berpengaruh kepada ekonomi global. Amerika pengaruhnya 25 persen. Jadi, Anda suka tidak suka, senang tidak senang, bilang apa pun Tiongkok ini merupakan kekuatan dunia yang tidak bisa diabaikan," katanya dalam diskusi virtual, Jumat (5/6/2020). -
Dalam kesempatan tersebut Luhut Binsar Pandjaitan pula menjelaskan bahwa dalam Undang-Undang Dasar Negara, Indonesia diizinkan untuk menjalin komunikasi dengan negara lain serta membuka peluang kerjasama yang bertujuan memperkokoh perekonomian. Oleh karena itu maka tidak ada alasan bagi Indonesia tidak menjalin hubungan dengan negara lain.
Merujuk kepada apa yang dijelaskan oleh Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan memang benar adanya.
Dalam cakupan diplomasi hubungan "bilateral" atau antar dua negara, apakah itu terkait politik, budaya, maupun ekonomi bahwasanya secara garis besar bisa dilakukan. Dalam artian, selama komunikasi antar dua negara berjalan baik dan tidak melanggar undang-undang yang berlaku maka kedua belah pihak dapat menjalin kerjasama antar bidang yang disepakati.
Sebagai contoh kerjasama antara Amerika dan China. Walau kedua negara kerap kali berseteru di muka internasional, Amerika yang Kapitalis dan China yang Komunis masih bisa menanggalkan egonya masing-masing bahwasanya ada simbiosis mutualisme kedua negara ciptakan.
Namun apa yang dikatakan Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan valid dan fakta sudah didepan mata, bahwa bukan rahasia lagi tak sedikit pihak di negeri ini seperti tidak menghendaki hubungan harmonis terjalin antara Indonesia dan China.
Entah karena alasan apakah itu. Sentimen negatif terhadap China kerap kali gaungnya lebih terdengar menimpali rongrongan anti aseng dan asing. Hal ini cukup menarik mengingat tidak ada satupun negara di muka bumi ini yang bisa mandiri tanpa kehadiran negara lain.
Lantas pertanyaan besarnya adalah mengapa negeri ini seakan begitu anti terhadap China?
Jika merunut kepada sejarah, hubungan antara Indonesia dan China terjalin sejak masa bumi pertiwi ini masih diisi oleh kerajaan-kerajaan nusantara. Saudagar dari China berkunjung ke nusantara dalam misi ekonomi, lintas budaya, maupun agama.
Tak mengherankan bilamana dalam orientasi kehidupan di Indonesia begitu akrab berkenaan dengan etnis China, dari lingkup makanan, budaya, dan sebagainya. Cukup aneh bilamana negeri ini disarankan untuk tidak melupakan sejarah, lantas bukankah sentimen anti China menjadi bentuk tidak mengakui atau menyanggah realita sejarah yang hidup di negeri ini?
Sebenarnya apa sih yang ditakuti oleh kebanyakan individu yang anti terhadap China? Apakah ideologi Komunis-nya?
Dalam cakupannya, sejarah mencatat bahwa negara ideologi Komunis terbesar ialah Uni Soviet pada masanya. Hingga Uni Soviet jatuh dan terpecah belah menjadi 15 negara bagian, diantaranya Rusia, Armenia, Azerbaijan, Belarus, Estonia, dan sebagainya.
Ketika Uni Soviet terpecah maka hampir dipastikan tidak ada pengaruh ideologi asing yang bisa mencampuradukkan ideologi yang dianut oleh masing-masing negara tak terkecuali Indonesia dengan Pancasila-nya.
Founding Fathers negeri ini kuat, ideologi Pancasila dan butir-butirnya jelas, politik negeri ini bebas aktif, maka apa lagi yang perlu ditakutkan terkecuali memang rasa takut itu sengaja diciptakan.
Dari penalaran Penulis menganggap sentimen anti China di negeri ini memang pada hakikatnya sengaja diciptakan dan dibenturkan kepada isu yang sensitif berkenaan dengan keyakinan dimana warga Indonesia mayoritas beragama Islam.
Padahal jika kita telaah bahwa tidak ada kaitannya antara ideologi Komunis dan agama. Komunis adalah ideologi yang berkenaan dengan filosofi, politik, sosial, dan ekonomi yang tujuan utamanya terciptanya masyarakat komunis dengan aturan sosial ekonomi berdasarkan kepemilikan bersama alat produksi dan tidak adanya kelas sosial, uang, dan negara.
Lalu kenapa ideologi Komunis selalu dikait-kaitkan dengan keyakinan kalau bukan upaya untuk membodohi dan menakuti masyarakat bilamana negeri ini kelak tidak mengakui adanya Tuhan Yang Maha Esa? Maka yang jadi inti pertanyaan dimana letak keimanan kalian?
Dibalik fenomena tumbuhnya sentimen anti China yang terjadi di Indonesia, menurut Penulis juga dilandasi oleh beberapa faktor lainnya, salah satu letak strategis geografis Indonesia.
Apabila Indonesia terlampau condong atau berpangku tangan kepada China maka kemungkinan besar ialah timbulnya kekhawatiran pihak Barat akan terjadinya ketidakseimbangan kekuatan di kawasan Asia Pasifik mencakup pesisir pantai Asia Timur, Asia Tenggara, Australasia di dekat Laut Pasifik, dan negara-negara di laut Pasifik (Oceania) yang dapat berimbas kepada kepentingan mereka.
Pada kesimpulannya memang tidak bisa disanggah bahwasanya sentimen anti China memang sebuah rekayasa yang sengaja dihidupkan di negeri ini. Untuk apa? Yaitu agar Indonesia dapat diawasi dan terus dikendalikan.
Lantas pertanyaannya kapan Indonesia dapat menentukan jalan hidupnya sendiri dan kapan Indonesia dapat berdiri dengan kedua kakinya menunjukkan dirinya sebagai negara yang besar? Semua jawaban itu ada pada kesadaran dari masing-masing individu rakyatnya, yaitu sampai kapan kita terus dibodohi dan terus menerus ditakut-takuti.
Rasa-rasanya aneh bukan bilamana mereka yang anti China dan sedang membaca artikel ini kemudian hape di genggamannya buatan China.
Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H