Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Sulit ke Jakarta Pasca-Lebaran, Mungkin Hanya Gertak Sambal

25 Mei 2020   09:22 Diperbarui: 26 Mei 2020   06:03 2908
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mudik Lebaran (ANTARA FOTO/DEDHEZ ANGGARA)


Sebagaimana dikutip melalui laman berita online Kompas.com, Larangan mudik Lebaran di tengah pandemi Corona (Covid-19) sudah diterapkan pemerintah sejak 24 April 2020. Kendati demikian, masih banyak masyarakat di Jakarta yang nekat melakukan perjalanan dengan beragam modus hingga akhirnya bisa tiba di kampung halaman.

Namun, jangan senang dulu. Pasalnya, pihak kepolisian serta Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI telah memastikan bahwa pemudik yang sudah berada di kampung halaman akan sulit kembali ke Jakarta usai Lebaran.

Berdasarkan informasi pihak Kepolisian Kabag Ops Korlantas Polri Kombes Benyamin mengatakan, akan ada proses penyekatan yang dilakukan saat arus balik atau usai Lebaran untuk menyaring pendatang yang akan masuk ke Jabodetabek.

Bahkan menurutnya, meski pemudik ber-KTP DKI maka pihak kepolisian yang berjaga tetap akan meminta pemudik tersebut untuk putar balik ke kampungnya lagi.

Hal senada disampaikan oleh Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo. Menurutnya sesuai arahan Gubernur, bagi masyarakat di Jakarta yang akan melakukan perjalanan mudik atau sudah tiba di kampung halaman tanpa memiliki Surat Izin Keluar Masuk (SIKM) lebih dulu maka tidak akan bisa kembali ke ibu kota lagi dalam waktu cepat.

Menanggapi kabar ini sontak penulis segera meneruskannya berita tersebut kepada seorang kerabat yang belum lama ini berhasil lolos mudik dari Jakarta ke kampung halamannya di Garut. Tujuannya agar ia tidak berencana kembali ke Jakarta dalam waktu dekat.

Kegiatan mudik saat Lebaran memang bisa dikatakan sudah menjadi budaya mendarah daging bagi masyarakat Indonesia. Walau di saat pandemi Corona seperti sekarang ini tak sedikit warga Jakarta maupun perantau yang mengadu nasib di ibu kota memaksakan diri agar dapat mudik ke kampung halamannya sekalipun ada imbauan larangan untuk melakukannya.

Penulis tidak menyalahkan mereka para pemudik untuk balik ke kampung halamannya. Karena bisa saja dari mereka memiliki alasan tersendiri mengapa harus kembali ke kampung tercinta, semisal tidak ada mata pencaharian lagi bisa dilakukan di ibu kota. Maka mau tidak mau alasan ekonomi membuat mereka memilih untuk pulang.

Kenapa mereka secara tiba-tiba memutuskan untuk dapat kembali ke ibu kota? Penulis kira mereka tentu punya landasan yang cukup di mana rencana tatanan hidup yang baru atau "New Normal" yang pemerintah kemukakan menjanjikan mereka untuk dapat kembali ke ibu kota guna memperbaiki nasib setelah imbas pandemi Corona yang mereka alami.

Melihat pelarangan pemudik untuk kembali ke Jakarta, penulis memandangkan sebagai suatu yang wajar dan cukup beralasan. Pemprov DKI khawatir para pemudik ternyata membawa Covid-19 dari kampung halamannya yang berada dalam zona merah. Untuk itu lebih baik segera dicegah.

Akan tetapi di balik pelarangan bagi para pemudik yang "nakal" tersebut, Penulis justru merasa pesimis terhadap larangan kembali ke Jakarta ini. Pertanyaannya sederhana, apakah efektif?

Kalau secara nalar, imbauan larangan mudik ke luar Jakarta kemarin saja ternyata masih kurang efektif walau ada operasi pos-pos jaga guna mengantisipasinya. Maka dengan kata lain probibilitas para pemudik dapat kembali ke Jakarta pun menurut penulis masih sangat besar.

Tindakan tegas aparat yang berjaga semisal meminta pemudik untuk memutar balikkan arah kembali ke kampung halaman mereka pun tidak menjamin dapat mencegah seseorang untuk mencobanya kembali di lain waktu.

Kemudian menyangkut probabilitas lolos untuk dapat kembali ke Jakarta, menurut penulis tidak lepas dari jam operasional pos jaga yang tidak 24 jam penuh. Kebanyakan pemudik yang nakal memanfaatkan waktu larut malam untuk kembali ke kampung halaman. Begitupun usaha mereka nanti untuk kembali ke Jakarta.

Indikasi lain tentu kabar soal isu main uang antara pemudik dan aparat agar dapat lolos pulang ke kampung halaman. Jika isu ini benar dan masih terjadi maka dengan kata lain tidak ada halangan berarti bagi siapapun untuk keluar masuk Jakarta.

Lalu kalau sudah begitu maka larangan kembali ke Jakarta ini penulis nilai hanya gertak sambal semata. Apalagi melihat gelagat Pemprov DKI Jakarta yang serba angin-anginan berikut kinerjanya di masa pandemi ini yang bisa dibilang buruk dalam memperhatikan warganya.

Tanpa ada ketegasan dan tanpa ada komitmen baik aparat kepolisian, Pemprov DKI, dan masyarakat tentunya niscaya larangan kembali ke Jakarta ini akan sulit berhasil secara maksimal.

Demikian artikel penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun