Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Menkes Terawan dalam Pusaran Skeptisme "Petjah" COVID-19

3 Maret 2020   09:16 Diperbarui: 3 Maret 2020   09:25 839
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cara meminimalisir tertular Coronavirus (foto: WHO)


"Tetap keputusannya dari WHO yang sakit yang pakai masker. Yang sehat enggak usah. Kenapa? Karena apa? Kalau yang sehat pakai juga percuma, dia nanti megang-megang tangannya dan sebagainya. Tetap saja bisa kena," kata Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (2/3/2020). 

Menkes Terawan menambahkan, "Daripada itu (pakai masker), mending dia yang menjauhi orang sakit. Yang sakit menutup diri". - Kompas.com

Setelah pengumuman resmi pemerintah yang secara langsung disampaikan oleh Presiden Jokowi prihal adanya 2 WNI yang disinyalir positif mengidap Coronavirus, publik di Indonesia terus menanti perkembangan informasi terbaru mengenainya.

Kekhawatiran dan rasa penasaran yang selama ini terpendam akan keberadaan Coronavirus di Indonesia seolah "petjah". Hal inilah yang kemudian menimbulkan reaksi  kepanikan dan ketakutan sebagian publik mengetahui informasi yang tidak dinanti-nanti tersebut.

Cara meminimalisir tertular Coronavirus (foto: WHO)
Cara meminimalisir tertular Coronavirus (foto: WHO)
Diliputi kalut (pikiran) wajar bilamana timbul kemarahan publik dalam merespon sebuah pemberitaan menyangkut Coronavirus. Tak terkecuali ihwal pernyataan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto saat mengemukaan pandangan terhadap kelangkaan berikut melambung tingginya harga masker medis di pasaran.

Ya apabila kita amati secara seksama bahwa apa-apa penjelasan dari Menkes Terawan dalam kapasitasnya sebagai tenaga medis profesional atau seorang Dokter tidak ada yang salah. Namun kembali respon publik yang tidak berkenan terhadap pernyataan Menkes Terawan bisa kita maklumi didasari oleh beberapa sebab, diantaranya.

1. Informasi mengenai wabah Coronavirus.

Semenjak munculnya pemberitaan akan keberadaan virus misterius di Wuhan yang kemudian dikenal sebagai Coronavirus atau COVID-19, tidak bisa disanggah bahwa alur informasinya kepada publik nampak simpang siur dan overexposed.

Ledakan baik jumlah pasien Coronavirus dan jumlah kematian disebabkan virus ini di seluruh dunia menjadikan Coronavirus headline pemberitaan yang mana hal ini menarik perhatian publik. Hanya saja faktor ketidaktahuan atau misteri dari Coronavirus yang dalam artian masih diteliti lebih lanjut perkembangannya membuat informasi yang beredar masih belum jelas secara pasti tidak sebanding dengan derasnya alur informasi oleh media.

Sebagai contoh prihal penggunaan masker dan bagaimana cara penularan Coronavirus. Anda-anda yang tahu informasi mana yang betul mungkin tidak khawatir, namun pada gambaran realita publik justru sebaliknya.

Jika Anda perhatikan di layar kaca akan penggunaan masker yang dikenakan oleh individu yang wilayahnya terjangkit wabah Coronavirus sebagai sesuatu yang umum. Bahwasanya gambaran tersebut tidak bisa disanggah mempengaruhi individu-individu yang lain bahwa mengenakan masker menjadi sesuatu yang minimal wajib dilakukan untuk mencegah pribadi tidak tertular Coronavirus.

Penyebaran Coronavirus lewat udara memang disanggah bahwa sebagai sebuah klaim tanpa bukti ilmiah. Dimana hal tersebut kemudian dikoreksi bahwa rute penularan lewat udara paling memungkinkan adalah dari orang terinfeksi yang batuk atau bersin serta menampik bahwa virus tersebut bisa bertahan dan masuk melalui udara dengan bebas.

Di sisi lain, turutnya keberadaan berita bohong atau hoax di kalangan publik disertai keraguan-keraguan bahwasanya Indonesia nol suspect Coronavirus mau tidak mau kian memperparah situasi.

2. Skeptisme publik

Mungkin yang menjadi dasar pertanyaan ini adalah apa yang menjadikan sebagian publik merasa skeptis terhadap Coronavirus di Indonesia?

Lepas dari apakah publik di Indonesia tidak memahami betul karakter dari sosok Menkes Terawan, hal itu kembali bisa dimaklumi mengingat masa jabatannya yang baru beberapa bulan dan publikasi media akhir-akhir ini menjadikan sebagian publik cukup kaget dan mengundang empati kepadanya. Seiring waktu publik kiranya dapat menerima sosok Menkes ini dalam lingkup kapasitasnya sebagai pejabat publik sekaligus tenaga medis profesional.

Namun demikian, skeptisme muncul terhadap publik menurut pandangan Penulis bukan terjadi pasca pengumuman 2 WNI positif Coronavirus melainkan justru sebelumnya. Hal ini didasari oleh sikap pemerintah Indonesia yang dinilai oleh publik kurang sigap dan terlalu meremehkan epidemi Coronavirus.

Publik pun bertanya-tanya di belahan dunia lain, mengapa disaat negara-negara bereaksi terhadap kemunculan wabah Coronavirus namun sebaliknya di Indonesia terlihat nampak santai-santai saja. Rasa percaya diri pemerintah Indonesia akan klaim nol suspect Coronavirus melahirkan keresahan yang secara dadakan bergejolak tatkala 2 WNI positif Coronavirus diumumkan. Tentu ini menjadi pekerjaan rumah pemerintah untuk mengembalikan rasa optimisme publik bahwa Indonesia mampu mencegah dan menangani serta melindungi warganya terhadap wabah Coronavirus.

3.  Guyonan atau gurauan

Hal nomor tiga ini Penulis imbau tolong agar jangan dibawa serius, ini hanya sekadar guyonan bahwasanya "di Indonesia apa-apa serba dibalik".

Menanggapi pernyataan Menkes Terawan sebagaimana Penulis sampaikan bahwasanya benar apa adanya. Hanya saja publik di Indonesia ini seringkali nyeleneh kalau diberitahu mana yang benar.

Sebagai contoh, "buanglah sampah pada tempatnya" menjadi "buanglah sampah berikut tempatnya".

Contoh lain, "sein kiri untuk berbelok ke arah kiri dan sein kanan untuk berbelok ke arah kanan". Fakta di lapangan terkadang sein kiri malah belok ke arah kanan, kemudian tabrakan maka yang nabrak yang disalahkan.

Pernyataan Menkes Terawan prihal masker ini pun termasuk sesuatu yang dibalik-balik dimana sebagian publik menyatakan bahwa yang sehat lebih baik atau lebih berhak mengenakan masker ketimbang mereka yang sakit. Mungkin, ini hanya sekadar penilaian Penulis bahwasanya masyarakat di Indonesia mayoritas sulit diatur atau semaunya dewe yang pada akhirnya mengakibatkan mengapa orang lain harus lebih waspada termasuk menyangkut wabah Coronavirus ini. Hehehe.

Akhir dari artikel ini, Penulis berpesan marilah kita sudahi sejenak ribut-ribut unfaedah ini. Mari kita fokus dan saling mensupport agar kasus wabah Coronavirus yang terjadi di Indonesia dapat tertangani dengan baik serta mendoakan agar mereka yang terjangkit agar dapat sembuh kembali menjalankan aktivitasnya. Jaga kesehatan dan kebersihan diri. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun