Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Eks Pengikut ISIS, WNI atau Bukan?

11 Februari 2020   12:02 Diperbarui: 11 Februari 2020   12:09 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah di bombardir bertubi-tubi oleh koalisi dari pasukan sekutu dan diikuti oleh tewasnya Abu Bakr al-Baghdadi, kini ISIS memang tidak lagi sebesar disaat awal kemunculannya. Dengan kondisi terdesak dan kekuatan yang berkurang secara signifikan, para pengikut kelompok ISIS memilih menyerah dan mereka dikirim ke lokasi pengungsian. Tak sedikit dari mereka disana adalah warga asing diantaranya warga Indonesia.

Terluntang-lantung tanpa kejelasan, nasib ke
-600 warga Indonesia eks pengikut ISIS ini ke Tanah Air pun menjadi pro kontra. 

Pihak yang mendesak pemerintah agar memulangkan warga Indonesia eks pengikut ISIS berpandangan bahwa status mereka masih WNI dimana negara berkewajiban melindungi warganya dan diantara ke-600 individu tersebut didominasi kaum Wanita dan anak-anak.

Pihak yang menentang pemerintah untuk tidak memulangkan eks pengikut ISIS menilai mereka statusnya bukan lagi sebagai WNI karena tidak lagi setia kepada Pancasila dan kekhawatiran timbulnya ancaman keamanan bilamana pemerintah jadi memulangkan mereka.

Namun demikian pemerintah sampai detik ini masih berpikir dan mempertimbangkan setiap masukan akan bagaimana kelanjutan nasib warga negara Indonesia (WNI) eks ISIS tersebut. Apakah mereka layak ataukah tidak untuk dipulangkan ke Indonesia.

Merujuk pada kondisi diatas, prihal warga Indonesia eks ISIS ini Penulis menilainya sebagai materi menarik. Satu poin yang cukup membingungkan Penulis dari polemik yang terjadi ialah status "Warga Negara Indonesia" (WNI) ini.

Pertanyaannya adalah jika pihak yang menolak merasa keberatan dengan memulangkan eks pengikut ISIS tersebut maka kenapa mereka masih disebut WNI? Kenapa Penulis berpikir demikian, bahwa setidaknya ada alasan kuat mengapa mereka dapat kehilangan kewarganegaraan Indonesia.

Dikutip dari laman Kementerian Luar Negeri dijelaskan dalam pada sub Kedutaan Indonesia mengatakan bahwa setidaknya ada 9 alasan mengapa seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesia dan Anda bisa melihatnya sendiri.

Dari kesembilan alasan mengapa seseorang bisa kehilangan kewarganegaraan Indonesia, ada 2 poin yang patut disimak yaitu nomor 3 dan 9 :

Pada nomor 3, seseorang dinyatakan hilang kewarganegaraannya oleh Presiden atas permohonan sendiri, yang bersangkutan sudah berusia 18 (delapan belas) tahun atau sudah kawin, bertempat tinggal di luar negeri dan dengan dinyatakan hilang Kewarganegaraan Indonesia tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Sedangkan di nomor 9, seseorang bertempat tinggal di luar wilayah negara Republik Indonesia selama 5 (lima) tahun terus-menerus bukan dalam rangka dinas negara, tanpa alasan yang sah dan dengan sengaja tidak menyatakan keinginannya untuk tetap menjadi WNI sebelum jangka waktu 5 (lima) tahun itu berakhir, dan setiap 5 (lima) tahun berikutnya yang bersangkutan tidak mengajukan pernyataan ingin tetap menjadi WNI kepada Perwakilan Republik Indonesia yang wilayah kerjanya meliputi tempat tinggal yang bersangkutan padahal Perwakilan Republik Indonesia tersebut telah memberitahukan secara tertulis kepada yang bersangkutan, sepanjang yang bersangkutan tidak menjadi tanpa kewarganegaraan.

Dua poin diatas menurut Penulis bisa dijadikan rujukan tertulis oleh pemerintah untuk menilai apakah eks pasukan ISIS tersebut dapat disebut WNI atau bukan. Kemudian pemerintah memiliki dasar kuat baik mengizinkan atau tidak memulangkan eks pengikut ISIS tersebut ke Indonesia. 

Namun perlu diingat baik-baik bahwa kesemua aturan itu bisa tidak berlaku bilamana Presiden memutuskan untuk menghapus kewarganegaraan ke-600 eks pengikut ISIS tersebut. Dengan kata lain, mereka tanpa status kewarganegaraan dan negara Indonesia tidak memiliki tanggungjawab kepada mereka.

Terkait pro kontra pemulangan eks pengikut ISIS ke Indonesia menurut Penulis kita perlu melihat akan bagaimana konsekuensi yang mungkin diterima oleh ke-600 orang tersebut jika saja jadi dipulangkan.

Pertama, nama-nama mereka kemungkinan besar akan masuk blacklist daftar teroris. Secara cakupan, mau tidak mau mereka akan tetap dinilai sebagai ancaman dan seumur hidup mereka akan terus diawasi serta ruang gerak mereka akan dibatasi.

Kedua, mereka harus terlebih dahulu masuk dalam program deradikalisasi. Entah seperti apakah itu? Apakah mungkin layaknya pecandu narkoba yang dididik ke panti rehab? Namun kiranya hal tersebut konsekuensi yang eks pengikut ISIS wajib jalani ketika sampai di Indonesia.

Ketiga, tentu dampak sosial yang eks pengikut ISIS ini kemungkinan terima. Apakah setelah mereka diradikalisasi kemudian dapat berbaur dengan masyarakat pada umumnya dan apakah masyarakat mau menerima mereka? Penulis yakini, hal ini akan menimbulkan gejolak di masyarakat dan kemungkinan akan membuat suasana tidak kondusif.

Keempat, tentu saja bagaimana nasib dan masa depan mereka. Seperti diketahui dari isu yang beredar bahwa mereka yang menjadi pengikut ISIS mengorbankan semua harta benda yang dimilikinya dengan dalih perjuangan. Pertanyaannya seandainya mereka dipulangkan, siapa yang akan menanggung kehidupannya? Apakah ini akan menjadi beban pemerintah sekarang maupun selanjutnya?

Secara kesimpulan, prihal nasib ke-600 eks pengikut ISIS ini pemerintah harus dengan cermat mempertimbangkannya dan menjelaskan bagaimana status mereka kepada publik. Dan suka tidak suka setiap pihak harus bisa menerima keputusan yang pemerintah ambil nantinya. Terkait dari itu semua perlu kita ingat bahwa dari ke-600 eks pengikut ISIS tersebut bahwa pemerintah masih perlu memikirkan bagaimana nasib kurang lebih 264 juta penduduk Indonesia lainnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun