Apakah betul demikian kenyataannya? Indonesia adalah Negara kemaritiman dimana luas wilayah lautan 3,25 juta km2, dan 2,55 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) maka tentu hasil sumber daya laut tumpah ruah di negeri pertiwi ini. Simplenya, kalaupun tidak ada benih lobster secara nalar maka nelayan dapat mencari sumber daya laut yang lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bukan? Penulis sarankan minim-minim apabila rilis pernyataan publik cobalah sertakan data pendukung sehingga masyarakat bisa mencernanya lebih baik.
Kemudian prihal perdagangan benih lobster? Konteksnya tentu kita semua sudah ketahui, seberapa besar sih nilai yang didapat oleh nelayan dari menjual bibit lobster ini? Penulis contohkan macam petani durian, berapa nominal keuntungan yang ia dapat dari menjual berapa kilogram durian kepada pengepul dibandingkan berapa besar nominal keuntungan harga jual satu buah durian di pasaran.
Orang mungkin akan berkata, loh Durian kan bukan bibit lobster. Memang betul, intisari yang Penulis maksud ialah bahwa sesuatu akan lebih berharga atau bernilai jika dikembangbiakkan dengan baik. Lobster punya nilai lebih ketika dewasa, begitupun dengan buah Durian saat matang. Yang membedakan, tidak ada orang yang suka Durian mentah maupun bibit Durian.
Ya secara jelas kita bersama bisa simpulkan, hanya segelintir orang-orang tertentu saja yang mencicipi manis dari besarnya keuntungan tersebut. Tak terkecuali dalam kasus benih lobster ini, bahwa diperbolehkannya ekspor benih lobster hanya akan menguntungkan pihak-pihak tertentu yaitu mereka yang memiliki akses (ijin dan pembeli) saja. Dan orang-orang itu adalah, Penulis persilahkan pembaca untuk berandai-andai dan telisik lebih jauh.
Kemudian nomor 2, penyelundupan benih lobster untuk di ekspor ke luar negeri juga marak terjadi sehingga dikhawatirkan dapat mengganggu keberlanjutan ekosistem lobster di alam.
Loh kok jadi begini, secara nalar apakah karena penyelundupan benih lobster ke luar wilayah Indonesia marak lantas ditindaklanjuti dengan diperbolehkannya ekspor bibit lobster? Waduh, apakah di KKP sudah kekurangan orang-orang pintar disana?
Penulis analogikan saja kasus penyelundupan supercar dan moge. Walau sudah jelas ada peraturan terkait ekspor import barang, toh yang namanya tindakan penyelundupan tetap terjadi layaknya skandal Garuda Indonesia beberapa waktu lalu. Intinya orang-orang yang berupaya mengambil untung dengan mencoba bermain-main dengan hukum diluar sana masih banyak. Dengan kata lain, kalaupun ekspor benih lobster diperbolehkan kembali hal tersebut tidak menjamin bahwa tindak penyelundupan akan surut dan punah.
Lantas kenapa selaku pemerintah jadi jiper soal penyelundupan ini? Bukannya pemerintah seharusnya turun tangan dan berperan agar tindak penyelundupan tersebut tidak terjadi dan dapat dicegah?
Penulis kira apa yang KKP sudah baik lakukan selama ini maka kenapa tidak kita teruskan saja lagi. Kenapa dengan kepemimpinan yang baru justru kita malah berupaya menyulut polemik dengan gagasan-gagasan yang minim nilai faedahnya.
Sungguh aneh bukan, Indonesia negara dengan potensi sumber daya alam laut yang begitu berlimpah justru bersikap seperti sedang mendapat durian runtuh. Negeri ini bukan berupaya melindungi dan mengembangkan potensi besar yang dimiliki, sebaliknya bersikap layaknya penderma yang seolah suatu saat tidak membutuhkannya lagi. Mengapa negeri ini selalu bersikap superior sedangkan dunia terus berputar?
Lantas apa yang mau negeri ini wariskan kepada generasi berikutnya, apa cukup hanya cerita, dongeng? Dulu itu Indonesia adalah penghasil benih lobster terbesar di dunia? Dongeng pun usai diceritakan dan generasi penerus bangsa ini tidur terlelap untuk siap menghadapi perihnya kebijakan-kebijakan lama yang menimbulkan derita tak kunjung usai. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.