Mohon tunggu...
Reno Dwiheryana
Reno Dwiheryana Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Blogger/Content Creator

walau orang digaji gede sekalipun, kalau mentalnya serakah, bakalan korupsi juga.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Hoaks "Menggoda" BTP dan Antasari Jadi Dewan Pengawas

7 Oktober 2019   13:08 Diperbarui: 7 Oktober 2019   16:02 208
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
BTP dan Antasari Azhar (tribunnews)

Dikutip melalui laman Kompas.com bahwasanya beberapa waktu lalu di media sosial dan melalui pesan aplikasi WhatsApp beredar sebuah unggahan konten yang memuat foto mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) dan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Antasari Azhar yang disebut telah dipilih sebagai Dewan Pengawas KPK.

Dalam unggahan konten itu berisikan ucapan selamat disertai pula sebuah pesan untuk memusnahkan kelompok radikal yang diduga menyusup di dalam lembaga KPK.

Menarik untuk disimak kabar hoax ini beredar di kala polemik revisi UU KPK masih berlangsung dan desakan Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Perppu untuk membatalkannya (revisi UU KPK). 

Walau sekadar informasi hoax, munculnya nama dua sosok BTP dan Antasari Azhar yang digadang-gadang terpilih sebagai anggota Dewan Pengawas seperti yang diinisiasi dalam revisi UU KPK menurut Penulis bukan tanpa maksud.

Jika kita telusuri lebih dalam kedua sosok sentral tersebut memiliki hubungan dekat dengan salah satu partai pemenang Pemilu (PDIP). Selain informasi berhembus bahwa kedua tokoh disinyalir kuat merapat ke PDIP, hadirnya kedua tokoh memenuhi undangan dalam Kongres partai PDIP ke V yang berlangsung di Bali pada bulan Agustus 2019 lalu kian memperkuat isu tersebut.

Di luar apa kasus yang pernah dialami kedua tokoh, konteks inilah yang memang sengaja dibumbui dalam informasi hoax tersebut. Tidak dapat dibantah bahwa baik BTP dan Antasari Azhar masih disegani oleh sebagian kalangan publik yang menilai keduanya sebagai sosok tegas, kinerja baik, dan bersih (dari korupsi). 

Di balik track record baik inilah Penulis kira memang sengaja diciptakan untuk "menggoda" publik, apakah mereka yang menolak dan yang setuju terhadap revisi UU KPK. 

Secara tidak langsung, publik dibuat berandai-andai bilamana Dewan Pengawas diisi oleh individu-individu yang memiliki tingkat "trust" tinggi di mata publik maka kemungkinan dapat membuka cara pandang publik terhadap revisi UU KPK. 

Dengan kata lain, mereka yang setuju revisi UU KPK akan semakin menggaungkan bahwa revisi merupakan suatu langkah yang tepat bagi KPK. Sedangkan bagi mereka yang menolak, mereka diharapkan menaruh hati terhadap godaan tersebut dan akhirnya ikut serta menyetujui revisi UU KPK.

Melalui informasi hoax ini menurut Penulis apabila respon publik dipandang baik, tidak mustahil bilamana ke depannya disela hitung-hitungan pemerintah untuk mengeluarkan Perppu guna membatalkan revisi UU KPK akan muncul polling untuk mengetahui respon publik terhadap siapa saja sosok-sosok yang tepat untuk duduk sebagai Dewan Pengawas KPK nantinya.

Pertanyaannya mengapa hal tersebut dilakukan? Disebabkan sampai detik ini publik (yang menolak) terbelenggu oleh persepsi buruk akan inisiasi adanya Dewan Pengawas bagi KPK. Oleh karena itulah hoax ini dibangun untuk memutarbalikkan cara pandang publik terhadapnya, bukan untuk melemahkan KPK melainkan memperkuat KPK dengan hadirnya sosok-sosok yang memiliki integritas dan komitmen untuk memberantas tindak korupsi di Indonesia.

Sedangkan untuk isu radikalisme di kubu KPK, menurut Penulis hal ini masih isapan jempol semata di mana sampai saat ini bukan belum terbukti melainkan tidak ada upaya untuk menelusurinya lebih lanjut apakah benar-benar terjadi. Radikalisme memang terjadi kepada mereka teroris yang mengancam keamanan bangsa ini, akan tetapi radikalisme di sebuah lembaga anti rasuah tentu tak heran membuat publik menilai hal tersebut hanyalah isu yang mengada-ada.

Memang di era teknologi di mana memungkinkan alur informasi secara cepat, beredarnya informasi hoax seperti tak dapat dibendung. Oleh karena itu publik apabila menerima informasi kiranya dicek terlebih dahulu apakah informasi tersebut benar adanya, telaah maksud tujuannya, serta tak ada salahnya memperhitungkan bagaimana kredibilitas si pengirim pesan. 

Namun satu hal yang jelas, informasi hoax adalah informasi yang manipulatif yang bertujuan memperdaya sehingga Anda-anda kiranya haruslah waspada terhadapnya. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun