Lagi dan lagi konten digital menjadi persoalan, seperti jejak digital takkan terhapus oleh waktu maka selayaknya dosa-dosa lama pun dapat bangkit dari kubur dan bergentayangan mengganggu (hidup).
UAS tentu tidak pernah mengira materi yang ia bawakan lalu bisa menjadi biang persoalan di masa kini. Materi yang dalam cakupannya tertutup justru melebar menjadi polemik dan menuai kecaman.Â
Penulis yakini bahwa beliau tidak bermaksud buruk, apalagi menjadikan konten digital tersebut viral demi sensasi. Namun nasi telah menjadi bubur maka kini beliau harus hadapi dan upayakan dapat terselesaikan.
Belajar dari apa yang UAS alami, zaman teknologi dan informasi sekarang ini memang memudahkan segala sesuatunya khususnya prihal dokumentasi melalui (wujud) konten digital yang kini mudah disebarluaskan.Â
Nyatanya konten digital ini begitu rawan dari kesalahan (keteledoran diri pribadi) maupun disalahgunakan oleh pihak tidak bertanggungjawab. Alih-alih manfaat didapat justru malah masalah yang menghampiri.Â
Sebagai warganet, tentunya kita perlu baik-baik dalam menyingkapi hal ini. Jangan sampai konten digital yang dahulu pribadi unggah jadi perkara di kemudian hari.
Mengambil hikmah dari apa yang UAS alami, baik posisi kita apakah itu dikala rendah maupun tinggi kiranya musti menjaga sikap dan prilaku kepada sesama.Â
Dalam konteks sosial bahwa kita sebagai umat beragama harus menjunjung tinggi toleransi antar umat dimana menghormati apa masing-masing ajaran agama yang dianutnya.
Acapkali hal diatas ini yang kerap menjadi biang keladi permasalahan umat beragama di Indonesia, adanya dinding-dinding pemisah antar umat menjadikan ketidaktahuan yang menimbulkan salah paham diantaranya maupun sumbu provokasi yang diprakarsai oknum yang menginginkan bangsa ini selalu ribut dan terus terpuruk.
"ingat, kebencian dibawa sampai liang kubur"
Tentunya ini menjadi peringatan buat kita semua sebagai rakyat Indonesia bahwasanya perlu kedewasaan dalam menyingkapi sesuatu hal yang berkaitan dengan unsur religi.Â