Tentu Anda para pembaca akrab dengan istilah SIM atau Surat Izin Mengemudi? Dikutip melalui laman portal Wikipedia, apa yang dimaksud Surat Izin Mengemudi (SIM) adalah bukti registrasi dan identifikasi yang diberikan oleh Polri kepada seseorang yang telah memenuhi persyaratan administrasi, sehat jasmani dan rohani, memahami peraturan lalu lintas dan terampil mengemudikan kendaraan bermotor sesuai jenisnya.Â
Sebagaimana tercantum pada Pasal 77 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009 bahwa setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis kendaraan bermotor yang dikemudikan.
Sekilas mengenai SIM, mari kita perhatikan apa syarat-syarat yang wajib kiranya seseorang penuhi untuk mendapatkannya, yaitu:
1. Wajib memenuhi persyaratan usia
- 17 tahun untuk SIM A, C, dan D
- 20 tahun untuk SIM B1
- 21 tahun untuk SIM B2
2. Wajib memenuhi persyaratan administrasi yang diperlukan, seperti Kartu Tanda Penduduk, formulir permohonan, dan rumusan sidik jari.
3. Sehat jasmani dan rohani.
4. Lulus ujian, baik ujian teori, ujian praktik dan/atau aujian ketrampilan melalui simulator.
Mengacu pada legalitas hukum dari SIM, maka setiap pelanggaran lalu lintas yang dilakukan seseorang dapat dikenakan sanksi hukum baik secara administratif berupa denda bahkan kurungan penjara. Dicantumkan pula dalam Pasal 74 ayat (1) dan (2) Peraturan Kapolri nomor 9 tahun 2012 tentang Surat Izin Mengemudi di mana bentuk pelanggaran lalu lintas telah mencapai bobot nilai 12 (dua belas), maka SIM dicabut sementara dan apabila telah mencapai 18 (delapan belas) maka SIM dapat dicabut sebagai sanksi tambahan atas dasar putusan pengadilan.
Akan tetapi menanggapi legalitas SIM yang wajib dimiliki seseorang untuk mengemudikan kendaraan bermotor layaknya pepatah bagai panggang jauh dari pada api di mana teori berbeda dengan fakta di lapangan (jalan). Mari kita seksama renungi realita yang terjadi:
1. Kesadaran dari individu mengenai SIM kurang
Jika anda amati di jalan, mungkin Anda sudah lumrah melihat bentuk pelanggaran lalu lintas di mana tak sedikit individu yang menggunakan kendaraan bermotor akan tetapi ia tidak memiliki SIM. Bahkan jauh lebih parah lagi, di area kompleks hingga jalan raya bisa kita amati anak-anak belum cukup umur (bocah sampai dengan anak sekolah) hilir mudik bebas di jalanan dengan menggunakan kendaraan bermotor. Mereka seolah dibiarkan tanpa pengawasan orangtuanya dimana hal tersebut dapat membahayakan keselamatan sang anak maupun orang lain.
2. SIM hanya sekadar formalitas
Realita berikutnya bahwa tak sedikit individu yang mengartikan SIM hanya formalitas belaka. Kepemilikan SIM lebih kepada guna memenuhi syarat administrasi untuk mengendarai kendaraan bermotor akan tetapi secara pribadi individu acuh dan lalai terhadap rambu-rambu maupun peraturan lalu lintas yang berlaku. Seperti menerobos lampu merah, berhenti di sisi jalan yang dilarang, parkir di sembarang tempat, dan berbagai jenis pelanggaran lalu lintas di mana mengganggu kenyamanan berlalu lintas maupun dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan.
3. Kurang sigap dan tegasnya pihak aparat dalam mengelola lalu lintas
Di antara kurangnya kesadaran dan kedisiplinan masyarakat dalam berlalu lintas, ada pula faktor yang mendukung mengapa hal tersebut dapat terjadi yaitu pihak aparat yang tidak profesional dalam mengelola lalu lintas. Tingginya pelanggaran lalu lintas juga ditenggarai oleh sikap aparat yang "musim-musiman" menindak setiap bentuk jenis pelanggaran maupun mengawasi/mengatur lalu lintas sebagaimana mustinya. Memang hal ini tidak dapat seratus persen menjadi ihwal rumitnya tata kelola lalu lintas, jumlah kendaraan bermotor yang seolah tak terkontrol layaknya di kota-kota besar seperti Ibu kota Jakarta turut menambah sukar pengendalian kendaraan bermotor di jalan. Alhasil kepemilikan SIM dipandang tak penting oleh pengguna kendaraan bermotor karena keleluasaan yang mereka dapatkan di jalanan.
Dari informasi singkat di atas bahwa jelas dan telah kita bersama ketahui bahwa seseorang tidak cukup hanya bisa mengendarai kendaraan bermotor saja, melainkan ia perlu secara administratif dan mampu secara personal atau memenuhi persyaratan mengendarai kendaraan bermotor. Pada hakikatnya, SIM mutlak wajib dimiliki seseorang ketika mengendarai kendaraan bermotor, bukan sekadar prasyarat maupun dokumen melainkan juga untuk ketertiban, kenyamanan, serta menjamin keselamatan berkendara dan berlalu lintas.
Namun di sisi lain peran aparat dalam mengatur serta mengedukasi masyarakat patuh kepada peraturan lalu lintas perlu serta merta digaungkan lebih intens. Tidak bisa "musim-musiman" atau dilakukan ketika ada sesuatu hal terjadi karena jalanan bukan sirkuit balap tanpa ada peraturan. Demikian artikel Penulis, mohon maaf bilamana ada kekurangan dikarenakan kekurangan milik Penulis pribadi. Terima kasih.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H