Pujangga bermuka dua apa kabarmu?
Kukira kau sudah pergi meninggalkan tanah kelahiranmu ini.
Sekilas tampaknya penyakitmu belum sembuh dan kembali kambuh.
Masih saja berusaha mempengaruhi dan tidak berupaya mawas diri.
Kau gores pena berisikan sayatan luka.
Namun kau samar dengan penuh cita.
Kau kemas bagai dongeng indah menemani tidur.
Tetapi kekecewaan dan rasa sakit hatimu tetap terbaca.
Pujangga bermuka dua sebenarnya apa mau mu?
Tidak puaskah kamu dengan tanah kelahiranmu ini?
Tidak adakah lagi yang bisa kau bagikan?
Selain dukamu yang begitu mendalam dan rasa bencimu tiada tara?
Topengmu lihai dalam bersandiwara.
Tetapi dirimu hanyalah orang biasa.
Kau bertingkah layaknya penguasa.
Tetapi dirimu hanyalah rakyat jelata.
Kau berani bermain kata-kata.
Tetapi rasa perdulimu hanya omong belaka.
Kau berkilah layaknya sesosok pahlawan.
Tetapi suara gaduhmu menyamai anggota dewan.
Pintu keluar itu selalu terbuka.
Namun kau takut kehilangan muka.
Tidak mau melangkah pergi bersama topeng kesayanganmu.
Sampai tanah kelahiran ini ikut mati bersamamu.
Wahai pujangga bermuka dua, sadarlah.
Tanah kelahiranmu ini akan terus hidup walau tanpamu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H