Secara penyampaian, penulis mampu memberikan penggambaran yang baik melalui naras-narasinya. Narasi dan dialog yang selaras dan secara ide, penulis yang memadukan antara penyelidikan pembunuhan dengan dunia fantasi cukup menarik. Plot-nya juga cukup sulit ditebak akhirnya.
Kelebihan lain dari buku ini adalah isinya yang begitu sarat akan nilai. Buku ini bukan hanya bercerita tentang kehidupan mahasiswa di kampus yang notabene kuliah, berorganisasi, dan berdemonstrasi di jalanan.Â
Ada nilai moral yang disajikan begitu apik, dan jauh lebih baik, jika dicontoh Mahasiswa Indonesia. Seperti ketegasan dalam menegakkan keadilan, pantang menyerah, dan kerjasama dalam menyelami licinnya dunia politik.
Kekurangan
Buku ini terlalu tebal namun tak selesai. Setelah dituntaskan, ternyata kisah di dalam terpotong hingga untuk menentukan lanjutannya seperti apa, pembaca harus membaca sekuelnya. Hal ini menurut saya terlalu dirumit-rumitkan sehingga, pembaca akan bosan ke depannya. Apalagi bukunya cukup tebal.
Dari segi fisik saya tidak terlalu suka. Penggunaan lemnya kurang baik dan kertas sampulnya tipis dan apabila terlekuk akan membuat buku menjadi cepat rusak. Selain itu, dalam cerita juga banyak keganjalan-keganjalan yang menurut saya aneh.Â
Pertama, diperkotaan dengan apartemen yang tinggi, Anarki mampu mendengar cicit burung, bisa jadi ada bisa jadi tidak. Apalagi ini kota besar dengan bangunan bertingkat-tingkat. Selain itu, penggunaan bahasa asing dalam cerita yang tidak diterangkan artinya membuat kita kadang tidak mengerti apa maksudnya* (*ss).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H