"Di tengah gemuruh tren diet modern yang merajalela, satu nama sering kali mencuat ke permukaan: Diet Paleo. Dengan berpusat pada prinsip 'makan seperti manusia prasejarah,' diet ini telah menarik jutaan orang yang mencari solusi penurunan berat badan. Namun, pertanyaannya tetap ada: apakah ini langkah maju dalam paham gizi, atau sebaliknya, sebuah langkah mundur?"
Diet Paleo, juga dikenal sebagai 'Diet Manusia Gua', mengadvokasi konsumsi makanan yang mirip dengan apa yang dikonsumsi oleh leluhur manusia selama Zaman Paleolitik - berarti banyak protein hewani, buah-buahan, sayuran, dan kacang-kacangan, sementara menghindari makanan olahan, gula tambahan, dan biji-bijian.Â
Teorinya adalah bahwa tubuh manusia belum sepenuhnya beradaptasi dengan makanan yang dimulai dengan revolusi pertanian, dan kembali ke pola makan 'alamiah' kita akan membantu memperbaiki kesehatan dan menurunkan berat badan.
Para pengikut diet ini sering kali melaporkan penurunan berat badan yang signifikan, peningkatan energi, dan penurunan kondisi kronis tertentu. Penelitian awal juga menunjukkan hasil yang menjanjikan.Â
Studi tahun 2017 dalam "Journal of Human Evolution" menunjukkan bahwa diet Paleo dapat menghasilkan penurunan berat badan dan peningkatan kontrol gula darah.
Namun, sebelum kita semua bergegas untuk meraih tongkat dan pergi berburu mamut, perlu diingat kata-kata bijak dari penulis dan kritikus kuliner Michael Pollan: "Makan makanan. Tidak terlalu banyak. Sebagian besar tumbuhan." Pertanyaan mendasarnya adalah apakah prinsip diet Paleo benar-benar memenuhi tiga aturan sederhana ini?
Tidak diragukan lagi bahwa menghindari makanan olahan dan gula tambahan adalah langkah yang baik untuk kesehatan kita. Namun, asumsi bahwa biji-bijian dan produk susu - kedua kategori makanan yang secara tradisional dihindari dalam diet Paleo - secara inheren buruk bagi kita, mungkin terlalu simplistis. Faktanya, banyak biji-bijian dan produk susu merupakan sumber penting dari serat dan kalsium.
Selain itu, ada juga masalah lingkungan. Seperti penulis dan aktivis lingkungan George Monbiot pernah mengatakan, "Kita tidak bisa makan seperti manusia prasejarah.Â
Planet ini tidak akan bertahan." Makanan berbasis tanaman umumnya memiliki jejak karbon yang lebih rendah daripada protein hewani, dan jika kita semua beralih ke diet berbasis daging tinggi, dampaknya terhadap perubahan iklim bisa sangat buruk.
Ada beberapa aspek diet Paleo yang pasti bisa kita dukung: "mengurangi makanan olahan, menghindari gula tambahan, dan fokus pada makanan alami dan segar". Namun, konsep bahwa 'semua yang alami adalah baik' dan 'semua yang modern adalah buruk' mungkin terlalu hitam putih dalam pandangan gizi. Seperti dalam banyak aspek kehidupan, keseimbangan dan moderasi sering kali adalah kunci.Â
Setiap individu unik, dan apa yang berhasil untuk satu orang mungkin tidak berhasil untuk yang lain. Kesehatan tidak hanya tentang penurunan berat badan, tetapi juga tentang kualitas hidup, dan pengetahuan kita tentang gizi terus berkembang dan berubah.
Mungkin penutup yang paling tepat untuk masalah ini datang dari kata-kata bijak ahli gizi dan penulis Marion Nestle: "Gizi adalah ilmu yang kompleks sekaligus sederhana. Makan beragam, tidak terlalu banyak, sebagian besar tumbuhan. Ini semua yang perlu Anda ketahui." Sederhana, bukan?
Intinya mungkin terletak pada pemahaman ini. Daripada terpaku pada nama dan label diet tertentu, mengadopsi prinsip-prinsip dasar gizi yang baik bisa menjadi lebih bermanfaat.Â
Memilih pola makan yang mendukung kesehatan serta kebahagiaan kita sendiri menjadi prioritas. Pada akhirnya, diet terbaik adalah yang bisa dipertahankan dalam jangka panjang. Diet itu mungkin berbeda untuk setiap orang, dengan atau tanpa label diet khusus seperti Paleo.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H