Mohon tunggu...
SANJAYA LTS
SANJAYA LTS Mohon Tunggu... Lainnya - S1 Kehutanan IPB Angkatan 14

Berkebun, Travelling, Menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Jogja, Ngangeni Polll...

25 November 2023   10:40 Diperbarui: 25 November 2023   10:41 219
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: Dok. Pribadi (Bukit Menoreh)

Perjalanan menuju ke Stasiun Gambir dari Bekasi ditempuh dalam waktu 1 jam. Terasa lama karena Si Hong sudah pengen sampai di Jogja. Pikirannya  sudah membayangkan ke indahan Bukit Menoreh dan langit birunya. Tibalah di stasiun Gambir. Stasiun Gambir berubah total, sudah seperti sebuah Mall, lengkap dengan resto-resto ternama. Sambil menunggu keberangkatan,  Si Hong sarapan Mie dulu.

Tiba jam 9.20 WIB kereta Taksaka meninggalkan Stasiun Gambir, membawa rombongan Pertamina RTI (Research Technology Innovation) menempati 4 bh gerbong kereta, dalam rangka Gathering Family di Yogyakarta tanggal 23-25 November 2023.

Sampai di Jogyakarta jam 15.00 WIB, langsung menuju tempat bermalam di Royal Ambarukmo. Malamnya Si Hong pergi dengan naik Gojek ke Malioboro. Malioboro adalah tempat yang selalu ngangenin setiap Ke Jogja.

Source: Dok. Pribadi (Teras Malioboro)
Source: Dok. Pribadi (Teras Malioboro)

Malioboro sekarang telah banyak berubah, mulai tidak ada warung angkringan, lesehan, pedagang-pedagang  di pinggir toko dan pemusik-pemusik ditengah jalanan. Jadi Malioboro lebih rapi dan lengang. Tapi yang tidak berubah dari Malioboro adalah tetap banyak pengunjung yang berjalan ramai sekali. Bangku-bangku di pinggiran jalan penuh terisi pengunjung untuk istirahat, sambil menikmati pijat urut kaki. Tapi Jalan Malioboro tetap macet.

Para pedagang batik, tas, kaos dan aksesoris lainnya  ditempatkan disatu tempat,  yang namanya: Teras Malioboro. Pemusik Jalanan pun tidak ketinggalan dibuatkan panggung terbuka di dalam Teras Malioboro.

Suara alunan musik dari dalam Teras Malioboro  terdengar sampai ke jalan,  hal ini menarik Si Hong untuk menghampiri ke  Teras Malioboro. Di dalam Teras Malioboro ada panggung musik  terbuka. Panggung musik ini diisi oleh pemusik jalanan.

Pemusik-pemusik jalanan ini dibina oleh Dinas Pariwisata dan jadwal manggungnya diatur bergantian di Teras Malioboro 1 dan 2. Ada yang request lagu dan ada juga yang nyumbang lagu. Penyumbang lagu ada yang dari Purwokerto, Medan Sumut dan dari Samarinda Kaltim. Jadi panggung musik menjadi panggung terbuka untuk orang bernyanyi. Penontonnya pun duduk dipelataran tanpa alas di depan panggung. Bagi penonton, maupun yang minta lagu dan penyumbang lagu, dapat memberi sumbangan seikhlasnya di wadah toples plastik besar 2 buah, persis di depan panggung.

Source: Dok. Pribadi (Putri yang sedang menyumbang lagu)
Source: Dok. Pribadi (Putri yang sedang menyumbang lagu)
Ketika jam medekati pukul 22.00 WIB, ada seorang putri untuk menyumbang lagu untuk bernyanyi. Ditengah dia bernyanyi, ada seorang Bapak, memberi sumbangan ke wadah toples dengan uang lembaran Rp 50.000,- tanpa henti. Penonton memberi tepuk tangan dan memberi pujian kepada Bapak tersebut. 

Source: Dok. Pribadi (Sosok Pak H. Darsan)
Source: Dok. Pribadi (Sosok Pak H. Darsan)
Begitu seorang Putri bernyanyi lagi, Bapak tersebut melakukan sumbangan lagi dengan uang lembaran Rp 100.000,- dalam jumlah banyak, sampai lagu yang ketiga, si Bapak terus melakukan lagi dengan uang Rp 50.000,-. Spontan penonton yang duduk dipelataran memberikan applause tepuk tangan dengan sangat meriah sekali.

Source: Dok. Pribadi (Penonton di pelataran)
Source: Dok. Pribadi (Penonton di pelataran)

Source: Dok. Pribadi (Penonton masih ramai pukul 22.00 WIB)
Source: Dok. Pribadi (Penonton masih ramai pukul 22.00 WIB)
Memang kejadian ini sangat langka, ada seorang  Bapak- bapak  yang begitu peduli terhadap pemusik-pemusik atau pengamen jalanan. Bagi pengamen jalanan, sosok Bapak ini sangat diperlukan, sebagai semangat untuk lebih menumbuhkan kreativitas musik di Malioboro menjadi lebih hidup lagi dan menggeliat.

Ternyata bapak tersebut bernama: Haji Darsan, 51 th, tinggal di Samarinda dan putri yang menyanyi adalah PUTRI-nya.

Malam pukul 23.00 WIB, Si Hong meninggalkan pelataran musik, sambil mencari toilet. Tidak jauh dari Pelataran ada toilet cukup bersih. Penjaga WC bernama, Pak Iskandar Kutai, 70 th, lahir di Samarinda. Sejak tahun 1983 dia bekerja di Diklat PU Yogyakarta. Dari keterangan Pak Iskandar didapat, bahwa di Samarinda orang untuk bernyanyi di panggung terbuka  sangat sulit. Beda dengan di Jogja, di setiap sudut orang bisa manggung bernyanyi. 

Source: Dok. Pribadi (Pak Iskandar masih berkarya)
Source: Dok. Pribadi (Pak Iskandar masih berkarya)

Tidak hanya menjadi Kota Pelajar, Jogja juga dikenal sebagai Kota Wisata yang erat kaitannya dengan Kota Budaya dan Musik.

Jogja, ngangeni pollll... 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun