Setelah sholat shubuh penulis bergegas naik menuju puncak kawah bromo untuk menyaksikan matahari terbit, yang mana harus ditempuh perjalanan kaki selama kurang lebih 1 jam. Setelah berswafoto sampai pukul 09.30 penulis bergegas mencari tempat untuk sholat Jum’at dan beristirahat. Penulis kembali turun dari puncak dan bergegas meninggalkan Area Gn Bromo.
Melewati jalanan yang naik turun dengan kanan kiri jurang ditambah kondisi tubuh yang mulai lelah dan lapar, penulis tersesat ditengah jalan dikarenakan koneksi internet buruk membuat Google maps yang digunakan sebagai alat penunjuk jalan eror, penulis sampai melewati kebun-kebun di lereng perbukitan yang medannya dapat dikatakan menakutkan.
Sehingga perjalanan sampai kota yang di prediksi 1 jam menjadi 2 jam lebih ditambah sulitnya mencari Masjid di kawasan tengger karena mayoritas penduduknya pemeluk agama Hindu.
Setelah dua jam perjalanan akhirnya menemukan masjid untuk menunaikan sholat jum’at dan ber istirahat sejenak. Dalam perjalanan ini penulis sangat memperhitungkan waktu, karena pada hari sabtunya penulis masuk sekolah, sehingga untuk mengefisiensikan waktu, penulis hanya ber istirahat sejenak.
Setelah itu pukul 13.30 penulis bergegas melakukan perjalanan untuk pulang ke-rumah, untuk perjalanan pulang penulis melewati jalur selatan yaitu melewati Malang, Batu, Mojokerto, Jombang.
Jalur selatan ini memang lebih cepat, akan tetapi kondi jalannya berada ditengah hutan (daerah cangar, Batu) dan banyak tanjakan dan turunan curam. Pada pukul 18.00 penulis sampai di kab. Jombang kec. Ngoro perbatasan dengan kab. Mojokerto.
Disana Penulis makan dan istirahat sejenak, serta melaksanakan Sholat Maghrib dan Isya’ disalah satu masjid dekat pasar ngoro, dengan kondisi badan yang lelah karena memang penulis mengendarai motor sendiri, tanpa bergantian dengan temanya.
Penulis bergegas melanjutkan perjalananya menuju rumah. Disinilah hal yang tidak diinginkan tiba, sampai di jalan poros Jombang-Bojonegoro tepatnya di jl. Desa Mlideg kec. Kedugadem dengan suasana grimis kecil, jalan yang halus, kondisi jalan yang sepi penulis merasa mengantuk dan tiba-tiba menabrak pagar depan rumah warga setempat.
Suatu kejadian yang semua orang tidak inginkan terjadi, tetapi penulis masih diberi keselamatan atan tetapi peristiwa itu mengakibatkan kaki bagian kiri yang menghantam benda keras pada saat kejadian itu patah tulang dan harus dilakukan operasi pemasangan pen.
Selama kurun waktu satu setengah bulan lebih penulis belum bisa berjalanan, tidak bisa beraktivitas dan harus menjalani terapi di dokter orthopedi setiap minggunya. Tentunya kejadian itu sangat berpengaruh, apalagi pada saat itu bulan Ramadhan dan hari raya idul fitri dan banyak hal-hal yang terhambat akibat kejadian tersebut.
Penulis mengungkapkan sebenarnya dalam melakukan pendakian apa yang dikeluarkan baik dari segi tenaga, waktu, materi jauh lebih banyak dari apa yang didapatkan atau istilahnya “akeh kesele” beda lagi dengan mereka yang melakukan pendakian karena memang ada kepentingan tersendiri atau setidaknya melakukan pendakian dengan kondisi yang benar-benar siap, siap waktu, siap tenaga, siap logistik, dan yang utama adalah siap biaya, karena melakukan pendakian memerlukan biaya yang tidak sedikit.