Mohon tunggu...
Sanja mukhlisjazuli
Sanja mukhlisjazuli Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya seorang mahasiswa uin Sunan Ampel surabaya

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Edukasi Experience Belajar dari Kecelakaan Pasca ke Gunung Bromo

14 November 2024   13:40 Diperbarui: 14 November 2024   14:01 90
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Wisata. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

EDUKASI EXPERIENCE: PELAJARAN DARI KECELAKAAN SETELAH  PENDAKIAN GUNUNG BROMO

Pendakian gunung merupakan aktivitas yang semakin diminati oleh banyak orang, baik untuk menikmati keindahan alam maupun sebagai momen untuk menantang adrenalin. Dahulu pendakian gunung dilakukan oleh golongan tertentu dengan tujuan meneliti kondisi ekosistem yang ada pada alam yang masih asli. 

Seiring berjalanya waktu pendakian gunung menjadi suatu aktivitas yang menjadi sebuah kesenangan bagi khalayak umum, bahkan tidak hanya orang dengan usia dewasa, anak-anak dengan usia dibawah umur pun banyak yang dengan nekat melakukan suatu pendakian tanpa memperhatikan hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan pendakian.

 Tren mendaki gunung yang ada saat ini, di ikuti muncul fenomena baru yang disebut FOMO (Fear of missing out)  yaitu Perasaan cemas atau khawatir akan ketinggalan pengalaman terhadap suatu tren. Menurut Psikologi FOMO yaitu respon emosional terhadap tren sosial .

 FOMO seringkali berkaitan erat dengan tren atau kebiasaan sosial yang sedang popular. FOMO dipicu oleh unggahan media sosial yang sering dilihat, seperti postingan foto atau video seseorang yang sedang melakukan suatu aktivitas yang  kemudian mendorong seseorang yang melihatnya untuk mengikuti aktivitas tersebut.

Namun jika tidak disertai dengan persiapan yang matang, FOMO dalam konteks mendaki Gunung dapat mengakibatkan hal-hal yang tidak di inginkan. Maka dari itu melakukan pendakian gunung bukan hanya sebatas mengikuti sebuah tren  sehingga melalaikan pelakunya untuk melakukan persiapan dan berangkat dengan istilah “BONDO NEKAT” yang mana itu sangat berbahaya sekali baik untuk diri sendiri terlebih bagi orang-orang terdekat kita.

Dalam tulisan ini penulis berupaya membagikan pengalamanya melakukan pendakian di sebuah gunung di Kawasan Taman Nasional Bromo Semeru Tengger melewati Jalur Probolinggo, sebagai bentuk edukasi kepada siapapun yang hendak melakukan pendakian agar lebih hati-hati dan mempertimbangkan apakah sudah siap untuk melakukan pendakian, sehingga tidak terjadi hal yang penulis alami, yaitu patah tulang pasca melakukan pendakian. 

Akibatnya penulis harus melakukan operasi pemasangan pen dikaki kari.

Pada kamis 22 Februari 2024, awal perjalanan menuju Gunung Bromo dimulai pada Pukul 21.00 berangkat dari kab. Bojonegoro menggunakan sepeda motor. Penulis tidak sendirian, melainkan Bersama seorang temanya. Dengan bekal seadanya, tidak memiliki surat izin mengemudi, dan kesalahan terbesar adalah orang tua penulis tidak mengetahui jika hendak pergi menuju bromo, dengan alasan takut jika tidak diberi izin.  

Penulis berangkat menuju kabupaten Probolinggo menggunakan Google Maps sebagai penunjuk jalan, perjalan melewati lima kabupaten yaitu lamongan, Gresik, Sidoarjo, Pasuruan, Malang memakan waktu sekitar 6 jam perjalanan tanpa beristirahat.

Sampai di lokasi tujuan pada Pukul 02.30 pagi di Pos 1 rest area diketinggian lebih dari 1000 mdpl (meter di atas permukaan air laut) dengan suhu udara mencapai dibawah 4 derajat. Yang mana penulis hanya memakai jaket seadanya(tipis) dan tidak membawa perlengkapan yang digunakan ketika suhu rendah sehingga membuat penulis kedinginan,  yang mana Ketika itu seharusnya waktu digunakan untuk istirahat, terhalang karena udara dingin yang menusuk. 

Setelah sholat shubuh penulis bergegas naik menuju puncak kawah bromo untuk menyaksikan matahari terbit, yang mana harus ditempuh perjalanan kaki selama kurang lebih 1 jam. Setelah berswafoto sampai pukul 09.30 penulis bergegas mencari tempat untuk sholat Jum’at dan beristirahat. Penulis kembali turun dari puncak dan bergegas meninggalkan Area Gn Bromo. 

Melewati jalanan yang naik turun dengan kanan kiri jurang ditambah kondisi tubuh yang mulai lelah dan lapar, penulis tersesat ditengah jalan dikarenakan koneksi internet buruk membuat Google maps yang digunakan sebagai alat penunjuk jalan eror, penulis sampai melewati kebun-kebun di lereng perbukitan yang medannya dapat dikatakan menakutkan. 

Sehingga perjalanan sampai kota yang di prediksi 1 jam menjadi 2 jam lebih ditambah sulitnya mencari Masjid di kawasan tengger karena mayoritas penduduknya pemeluk agama Hindu.

Setelah dua jam perjalanan akhirnya menemukan masjid untuk menunaikan sholat jum’at dan ber istirahat sejenak. Dalam perjalanan ini penulis sangat memperhitungkan waktu, karena pada hari sabtunya penulis masuk sekolah, sehingga untuk mengefisiensikan waktu, penulis hanya ber istirahat sejenak. 

Setelah itu pukul 13.30 penulis bergegas melakukan perjalanan untuk pulang ke-rumah, untuk perjalanan pulang penulis melewati jalur selatan yaitu melewati Malang, Batu, Mojokerto, Jombang. 

Jalur selatan ini memang lebih cepat, akan tetapi kondi jalannya berada ditengah hutan (daerah cangar, Batu) dan banyak tanjakan dan turunan curam. Pada pukul 18.00 penulis sampai di kab. Jombang kec. Ngoro perbatasan dengan kab. Mojokerto.

Disana Penulis makan dan istirahat sejenak, serta  melaksanakan Sholat Maghrib dan Isya’ disalah satu masjid dekat pasar ngoro, dengan kondisi  badan yang lelah karena memang penulis mengendarai motor sendiri, tanpa bergantian dengan temanya. 

Penulis bergegas melanjutkan perjalananya menuju rumah. Disinilah hal yang tidak diinginkan tiba, sampai    di jalan poros Jombang-Bojonegoro tepatnya di jl. Desa Mlideg kec. Kedugadem dengan suasana grimis kecil, jalan yang halus, kondisi jalan yang sepi penulis merasa mengantuk dan tiba-tiba menabrak pagar depan rumah warga setempat. 

Suatu kejadian yang semua orang tidak inginkan terjadi, tetapi penulis masih diberi keselamatan atan tetapi peristiwa itu mengakibatkan kaki bagian kiri yang menghantam benda keras pada saat kejadian itu patah tulang dan harus dilakukan operasi pemasangan pen.

Selama kurun waktu satu setengah bulan lebih penulis belum bisa berjalanan, tidak bisa beraktivitas dan harus menjalani terapi di dokter orthopedi setiap minggunya. Tentunya kejadian itu sangat berpengaruh, apalagi pada saat itu  bulan Ramadhan dan hari raya idul fitri dan banyak hal-hal yang terhambat akibat kejadian tersebut.

 Penulis mengungkapkan sebenarnya dalam melakukan pendakian apa yang dikeluarkan baik dari segi tenaga, waktu, materi jauh lebih banyak dari apa yang didapatkan atau istilahnya “akeh kesele” beda lagi dengan mereka yang melakukan pendakian karena memang ada kepentingan tersendiri atau setidaknya melakukan pendakian dengan kondisi yang benar-benar siap, siap waktu, siap tenaga, siap logistik, dan yang utama adalah siap biaya, karena melakukan pendakian memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Yang dapat di ambil pelajaran dari apa yang penulis telah alami adalah:

  • Izin orang tua adalah yang utama, karena jika orang tua mengizini maka doa mereka senantiasa menyertai kita, dan doa orang tua untuk anaknya bagaikan doa Nabi kepada umatnya.
  • Jangan memaksakan kehendak, jika tubuh belum/tidak siap maka sama dengan menyiksa diri sendiri.
  • Alam bukanlah tempat yang aman untuk mencari kesenangan, perlu persiapan untuk bersenang dengan Alam
  • Kesenangan tidak hanya dari mendaki gunung, masih banyak pilihan lain yang mudah dijangkau dan lebih bermanfaat jika ingin mencari kesenangan.                                  

Demikianlah pengalaman yang penulis sampaikan Semoga apa yang penulis samapaikan dapat memberi manfaat dan menambah pengetahuan  kepada para pembaca, kisah ini murni berdasarkan pengalaman yang di alami oleh penulis, jika ada kesalahan dari segi penulisan atau apapun penulis menyampaikan mohon maaf sebesar-besarnya. Thx

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun