Membeli pakaian dulunya merupakan hal yang dilakukan sesekali atau sesuatu yang terjadi beberapa kali dalam setahun, seperti ketika pergantian musim atau ketika kita pakaian yang dimiliki sudah tidak layak lagi.
Namun sekarang, hal ini berubah. Pakaian menjadi lebih berlimpah disebabkan oleh siklus tren yang cepat, dan berbelanja menjadi hobi yang digemari banyak orang.Â
Fenomena yang terjadi ini mengakibatkan menjamurnya industri garmen yang dikenal dengan istilah fast fashion. Fast fashion sendiri masih menjadi topik tabu yang belum banyak dibicarakan terutama oleh masyarakat Indonesia. Lalu apa itu fast fashion?
Fast fashion merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan betapa cepat dan singkat pergerakan industri garmen dalam menghasilkan pakaian dan aksesoris yang sedang menjadi tren.Â
Produksi secara cepat dan singkat ini mengakibatkan kualitas pakaian yang tidak tahan lama sehingga berdampak pada banyak hal terutama terhadap lingkungan.
Ciri-Ciri Fast Fashion
Untuk mengetahui lebih dalam, berikut merupakan ciri-ciri dari fast fashion :
- Selalu mengikuti perkembangan tren dalam industri pakaian
- Menggunakan bahan baku murah dan berkualitas rendah, yang menyebabkan pakaian mudah rusak sehingga dibuang dalam beberapa kali pakai
- Diproduksi di negara dengan upah tenaga kerja yang rendah dengan kualitas jaminan dan keamanan yang tidak sepadan.
- Memproduksi pakaian tertentu dalam jumlah yang lebih sedikit, yang menyebabkan konsumen otomatis segera membeli agar tidak kehabisan.
Dampak yang Dihasilkan dari Fast Fashion
Hampir seluruh elemen yang diaplikasikan pada fast fashion seperti replikasi tren, produksi yang sangat cepat dan kualitas yang rendah memiliki dampak yang merugikan bagi planet ini dan orang-orang yang terlibat dalam kegiatan produksi tersebut.
Berikut adalah penyebab mengapa fast fashion memberikan dampak yang merugikan :
1. Lebih dari 100 miliar pakaian dihasilkan selama setahun
Fast fashion memproduksi pakaian secara massal dengan estimasi hampir setiap minggu menghasilkan produk koleksi yang baru.
2. Industri garmen sebagai salah satu penyumbang limbah terbesar
Dengan memproduksi hampi ratusan miliar pakaian setiap tahun, industri garmen menyumbang banyak sampah pada TPA (Tempat Pembuangan Akhir). Masifnya perkembangan fashion membuat konsumen membeli pakaian koleksi baru secara terus menerus sehingga berdampak pada meningkatnya pakaian yang dibuang sebab sudah tidak dipakai lagi.
3. Fast Fashion sebagai peninggal jejak karbon yang sangat besar
Untuk menghemat modal, sebagian besar rantai fast fashion mulai dari budidaya tanaman dan produksi serat sintetis, hingga menjahit, mewarnai, dan menjual pakaian, terjadi di berbagai belahan dunia.Â
Pembangunan pabrik di berbagai belahan dunia ini menghasilkan jejak karbon yang besar. Sebuah studi oleh menunjukkan bahwa industri pakaian menjadi salah satu penyumbang lebih dari 8% terhadap dampak iklim global.
4. Miliaran mikroplastik bermuara di lautan
Poliester, akrilik, nilon, dan serat sintetis lainnya sering digunakan dalam pakaian fast fashion. Kain ini terbuat dari minyak bumi dan diyakini membentuk 60 persen dari pakaian yang kita kenakan.Â
Menurut International Union for Conservation of Nature, 35% mikroplastik yang masuk ke laut berasal dari serat sintetis. Setiap kali kita mencuci pakaian yang terbuat dari serat ini, mereka akan robek.Â
Hingga lebih dari 728.000 serat dapat terlepas sekaligus kemudian hanyut ke dalam saluran air. Hal ini turut menyebabkan pencemaran terhadap laut dan lingkungan.
5. Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Kondisi kerja yang tidak aman di beberapa pabrik garmen fast fashion menjadi hal yang mengkhawatirkan. Pekerja garmen sering kali harus menanggung pelanggaran tenaga kerja yang berat.Â
Mulai dari jam kerja yang tidak sesuai dengan standar, upah rendah dan kurangnya perlindungan serikat pekerja. Hal ini terjadi terutama di negara-negara berkembang dengan upah minimum yang rendah dan memiliki undang-undang yang lemah.
Bagaimana Cara Mengatasi Fast Fashion?
Konsumen memiliki peran yang besar dalam memerangi fast fashion. Langkah ini dapat dilakukan dengan membeli pakaian secukupnya dan lebih memperhatikan pakaian yang dibeli.Â
Banyak sekali alternatif lain dalam membeli pakaian selain dari membeli di industri fast fashion. Namun, mengatasi masalah global dan kompleks seperti ini membutuhkan lebih dari sekadar perubahan dalam kebiasaan belanja konsumen saja, hal ini membutuhkan perubahan yang lebih besar, Â mulai dari perubahan sistem dan pelaku industri fast fashion sendiri.
Penulis : Saniyyah Riestiara Mardianto, Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris Fakultas Ilmu Budaya Universitas Airlangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H