Mohon tunggu...
saniyya alyyaazzahra
saniyya alyyaazzahra Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa-Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Halo nama saya saniyya alyya azzahra, bisa dipanggil naya. Saya melanjutkan studi s1 hubungan internasional di universitas muhammdiyah yogyakarta.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Pentingnya akhlak dalam organisasi masyarakat

3 Januari 2024   18:00 Diperbarui: 3 Januari 2024   19:18 313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhlak adalah tingkah laku yang dilakukan berulang kali. Akhlak dalam bahasa Arab berasal dari kata khuluk yang berarti tingkah laku, perangai, atau tabiat. Secara terminologi, akhlak adalah tingkah laku seseorang yang didorong oleh sesuatu keinginan secara mendasar untuk melakukan suatu perbuatan. 

Secara garis besar dikenal dua jenis akhlak; yaitu akhlaq al karimah (akhlak terpuji), akhlak yang baik dan benar menurut syariat Islam, dan akhlaq al mazmumah (akhlak tercela), akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syariat Islam. 

Masyarakat harus berakhlak mulia agar bisa selalu hidup berdampingan dan harmonis. Dengan memiliki akhlak yang baik, tentu seseorang tidak akan berani berbuat kerusakan. 

Akhlak yang baik akan menjadi benteng, akan menjadi perisai atau pelindung dalam setiap langkah kehidupan. Akhlak generasi bangsa Indonesia pada zaman modern sekarang ini menghadapi banyak tantangan yang cukup besar hal ini disebabkan oleh semakin berkembangnya akses internet yang berdampak pada perilaku moral, sehingga banyak generasi yang mudah terpengaruh dengan perilaku negative dalam lingkungan pergaulannya seperti halnya tawuran, penggunaan obat-obat terlarang, minuman miras, seks bebas bahkan tindakan-tindakan yang berujung tindak pidana. 

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di era globalisasi telah membuat manusia dipengaruhi oleh sifat material sehingga kesenangan materilah yang seolah – olah menjadi tolak ukur dan tujuan akhir dari kehidupannya. Terkadang dalam mendapatkan materi tersebut, manusia telah banyak lupa pada norma-norma akhlak. Padahal apabila norma-norma akhlak hilang atau merosot, tentu akan dapat membawa mereka pada kehancuran masyarakat. 

Hal ini menjadi tantangan yang berat bagi para pendidik yang dipercayakan untuk membentuk dan menciptakan manusia yang berkepribadian luhur bagi kehidupan manusia. 

Kondisi seperti ini menuntut pendidik agar dapat membentuk manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang memiliki keseimbangan intelektual dan spritual, yang menjadi alat untuk mewujudkan sosok pribadi yang utuh, menghayati dan mengamalkan nilai-nilai agama dan nilai luhur budaya bangsa, serta menjadi alat dalam mengatasi segala dekadesi moral. 

Salah satu cara untuk menggambarkan pendidikan akhlak adalah dengan merumuskan konsep akhlak dan profil orang yang memiliki akhlak mulia. Sebab, apabila konsep akhlak dan profil orang yang memiliki akhlak mulia telah digariskan secara jelas, maka pendidik akan dapat mengukur bagaimana pengaruh akhlak itu secara kongkrit dalam kehidupan peserta didiknya. 

Dimana diharapkan dari pendidikan akhlak akan mampu menangkal anak dari pengaruh buruk yang merusak akhlak dan moralitas, serta tercapainya hidup yang lebih baik lagi di era zaman modernisasi seperti sekarang ini. Pendidikan akhlak harus diterapkan sejak dini kepada anak agar menjadikannya insan yang berakhlakul karimah. Pendidikan akhlak terdapat pada segala bidang, contohnya dalam berorganisasi. Dalam suatu organisasi pun kita harus mempunyai akhlak yang baik pada sesama manusia. 

Praktik akhlak berorganisasi sesungguhnya membutuhkan sikap mental, moral, dan intelektual yang dewasa. Berikut adalah contoh 4 nilai akhlak dalam berorganisasi: Pertama, tidak merasa paling benar. Sikap merasa paling benar tidak jarang menjadi kebiasaan individu kader bahkan menjadi kebudayaan kolektif dalam organisasi. 

Dalam kritik agama, perilaku semacam ini disebut ghuluw, ekstrem. Sikap merasa diri paling benar berakibat pada kebiasaan kita menghukum dan menghakimi orang lain, dalam situasi paling buruk, sikap merasa paling benar bisa menjadikan diri kita memaksakan kehendak dan menegasikan pendapat orang lain yang bisa saja lebih benar. Anggota organisasi sesungguhnya harus saling terbuka satu sama lain. Sikap terbuka ini ditandai dengan kehendak untuk menjadikan kader yang lain sebagai teman berdiskusi, terbuka dengan perbedaan pendapat. Kedua, terbuka dengan semua orang. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun