Mohon tunggu...
Khairunnisa Al Araf
Khairunnisa Al Araf Mohon Tunggu... Freelancer - Host-Writer Freelancer

Hi, saya Khairunnisa Al-Araf Suka banget nulis, ngobrol, dan berbagi cerita tentang hal-hal seru seputar komunikasi, media, dan dunia kreatif. Dengan latar belakang di Ilmu Komunikasi, saya selalu excited explore berbagai topik, mulai dari tips komunikasi yang praktis sampai ngobrolin tren media yang lagi hype. Hobi saya juga suka banget nulis dan cerita tentang pengalaman yang bisa inspire orang, atau kadang cuma sekedar share hal-hal yang lagi viral. Di Kompasiana, saya ingin berbagi konten yang bisa relate dengan kehidupan sehari-hari dan tentunya penuh dengan ide-ide baru yang pastinya menarik buat dibaca.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Antara Humor dan Hinaan: Batas Tipis dalam Dakwah Modern

4 Desember 2024   09:20 Diperbarui: 4 Desember 2024   09:29 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dalam dunia dakwah modern, humor telah menjadi salah satu alat yang cukup efektif untuk mendekatkan pesan agama kepada masyarakat. Humor bukan hanya cara yang menyenangkan, tetapi juga menjadi strategi untuk membumi dan membuat kajian agama lebih mudah diterima oleh audiens.

Namun, seperti yang baru-baru ini dialami Gus Miftah, humor dalam dakwah bisa menjadi pisau bermata dua. Salah satu momen yang menarik perhatian adalah video viral yang menunjukkan Gus Miftah, seorang pendakwah populer, mengerjai seorang penjual es teh dalam acara Magelang Bersholawat.

Seperti yang tercatat dalam pemberitaan CNN Indonesia (3 Desember 2024), Gus Miftah menanggapi kritik dengan mengatakan bahwa aksinya tersebut adalah "guyonan biasa" yang digunakan untuk menarik perhatian jamaahnya. Namun, tak sedikit yang merasa bahwa humor tersebut sudah melewati batas dan mengarah pada penghinaan. 

Ketika Humor Menjadi Pisau Bermata Dua

Menggunakan humor dalam dakwah memang memiliki potensi untuk mempermudah penyampaian pesan, tetapi hal tersebut harus dilakukan dengan hati-hati. Ketika humor yang semula berniat untuk menyegarkan suasana justru berpotensi merendahkan martabat seseorang, seperti dalam kasus Gus Miftah, maka hal itu bisa menjadi masalah.

Sebagaimana disampaikan oleh kuasa hukum Gus Miftah dalam CNN Indonesia, bahwa humor tersebut sebenarnya merupakan bagian dari gaya komunikasinya yang lebih santai dan akrab dengan jamaah. Meski demikian, reaksi publik tidak bisa dianggap remeh. Banyak yang merasa terhina oleh ungkapan "goblok" yang dilontarkan Gus Miftah terhadap penjual es teh tersebut.

Hal ini menunjukkan bahwa humor yang diterima dalam satu konteks budaya atau kelompok bisa jadi tidak diterima oleh pihak lain, terutama ketika melibatkan figur publik yang memegang posisi penting. 

Prespektif Sosial: Normalisasi dan Konteks Lingkungan 

Di Indonesia, penggunaan humor dalam dakwah atau komunikasi sosial sering kali dianggap sebagai sesuatu yang biasa, bahkan normal. Terlebih lagi, jika dilakukan oleh tokoh agama yang memiliki pengaruh besar. Namun, apakah humor yang bersifat ofensif benar-benar bisa diterima begitu saja? Mengutip dari sumber Kompas (22 Oktober 2024), Gus Miftah baru saja dilantik sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

Dalam posisinya yang baru ini, dia memiliki tugas untuk menjaga kerukunan antarumat beragama di Indonesia yang terkenal dengan keberagaman suku, agama, dan budaya. Ini menunjukkan bahwa sebagai tokoh agama dan pejabat publik, Gus Miftah harus berhati-hati dalam setiap pernyataan dan tindakannya, termasuk dalam memilih gaya bahasa dakwah yang digunakan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun